JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata buka-bukaan soal pengadaan barang dan jasa melalui platform e-Katalog yang disebut menjadi ladang subur praktik korupsi.
Ia mengatakan masih banyak modus korupsi yang dilakukan meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik.
“Dulu ada e-Procurement. Jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer. Tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali. Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang,” kata Alex dalam seminar bertajuk Mitigasi Permasalahan Hukum dan Audit Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di gedung SMESCO Indonesia, Jakarta, seperti diungkap melalui keterangan pers tertulis dan dikutip detik.com Kamis, 13 Juni 2024.
Alex mengungkap ada beberapa modus korupsi pengadaan barang dan jasa yang ditangani KPK. Yang paling sering, modus pembelian secara berulang melalui vendor yang sama.
“Ada modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja, itu juga menjadi warning, kenapa tidak ada vendor lain yang menawarkan?
Selain itu, ada modus dengan me-markup harga tidak lama setelah pejabat pembuat komitmen (PPK) meng-upload. Sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan di-upload di e-Katalog,” ujarnya.
Implementasi Pencegahan
Sebagai implementasi aksi pencegahan korupsi tahun 2023-2024, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), kata Alex, telah meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memberikan akses terhadap data pengadaan barang dan jasa melalui katalog elektronik. Tak hanya itu, kata Alex, harus memberikan pedoman pengawasan untuk pengadaan dengan menggunakan katalog elektronik.
Selain itu, dalam acara ini, LKPP diketahui meluncurkan fitur pengawasan e-Audit agar modus yang berpotensi korupsi dapat terlacak dan langsung terintegrasi ke LKPP, KPK, dan BPKP.
Sistem pengawasan ini, kata Alex, diharapkan dapat digunakan sebagai alat yang bisa dimanfaatkan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) untuk melakukan analisis terhadap modus-modus transaksi yang terindikasi anomali, baik dari penyedia maupun PPK.
Kerugian Sangat Besar
Kerugian yang ditimbulkan dari korupsi pengadaan barang dan jasa, lanjut Alex, sangatlah besar. Oleh karena itu, KPK sangat berharap semua pihak bersama-sama mengawal pengadaan barang dan jasa yang bersih, sehingga tak ada lagi yang berusaha untuk mengakali e-Katalog.
Berdasarkan data KPK periode 2004-2023, kasus korupsi di pengadaan barang dan jasa mencapai 339 kasus, sehingga menjadikannya sebagai kasus terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan. KPK memasukkan sektor ini pada delapan fokus area dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP) dalam mengintervensi perbaikan tata kelola pemerintah daerah. (*)