JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita ratusan dokumen, 91 unit kendaraan, hingga puluhan jam tangan mewah, dalam penanganan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, Rita Widyasari.
Penyitaan itu dilakukan Tim Penyidik KPK saat melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa tempat di Kalimantan Timur sejak akhir Mei hingga awal Juni 2024.
“Telah melakukan penyitaan kurang lebih 536 dokumen, bukti elektronik, dan kendaraan yang terdiri dari motor dan mobil mewah kurang lebih 91 unit. Berbagai merek ya, ada Lamborghini, McLaren, BMW, Hummer, Mercedes Benz, dan lain-lain. Ada 91 termasuk motor,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
“Kemudian ada lima bidang tanah ribuan meter di sana. Terus ada barang-barang mewah yang terdiri dari 30 jam tangan berbagai merek. Ada Rolex, Richard Mille, Hublot, dan lain-lain. Banyak, ada 30 jam tangan mewah,” tambah Ali seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ketika dikonfirmasi apakah penyitaan tersebut dilakukan saat menggeledah rumah kediaman kakak ipar Rita yang merupakan manajer Timnas Indonesia, Endri Erawan, Ali tidak membantah maupun membenarkan.
“Kalau melakukan penggeledahan itu kami konfirmasi betul di Samarinda. Penggeledahan dalam rangka penyitaan. Adapun mengenai milik siapa rumahnya ataupun tempatnya siapa, saya kira itu teknis, karena saksi yang digeledah rumahnya akan dikonfirmasi oleh tim penyidik KPK untuk mengonfirmasi barang bukti yang dilakukan penyitaan tadi,” tutur Ali.
Dititipkan Di Cawang
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menambahkan, sebagian besar barang atau benda tersebut dititipkan di Rumah Penyimpanan Barang Rampasan (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur; di sejumlah tempat di Samarinda Kalimantan Timur, dan di tempat beberapa pihak dalam rangka perawatan.
“Nanti baru dikelola untuk penyimpanan, pemeliharaan, dan lain-lain oleh Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK,” Ali menambahkan.
Ia menjelaskan penyitaan tersebut dilakukan dalam rangka pemulihan aset yang bersumber dari hasil tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang.
Tim penyidik, kata Ali, masih terus menelusuri sejumlah aset lainnya.
“Nanti tentu dalam proses persidangan, jaksa KPK akan meminta atau memohon kepada majelis hakim untuk melakukan perampasan dan kemudian nanti diserahkan kepada negara sejumlah aset yang saya kira ini jumlahnya cukup besar,” ujarnya.
Sebelumnya, Rita bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp436 miliar.
Mereka disinyalir membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan yang menggunakan nama orang lain, tanah, uang tunai, maupun dalam bentuk lainnya.
Rita kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.
Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.
Lebih lanjut, Rita juga disebut-sebut dalam kasus yang menjerat mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju. Dalam perkara tersebut, Rita masih berstatus saksi. (*)