JAKARTA – Mantan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Bangka Belitung (Babel), Supianto mengklaim jadi kambing hitam, usai ditetapkan jadi tersangka kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Pantauan CNNIndonesia.com di Kantor Kejagung, Jakarta, Supianto yang mengenakan rompi tahanan berwarna pink menangis saat digiring petugas menuju mobil tahanan Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Sembari menutupi wajah, ia berulang kali menyebut dirinya tidak bersalah dalam kasus korupsi tersebut. Ia bahkan mengaku dijadikan sebagai kambing hitam oleh pihak tertentu.
“Saya enggak salah, saya enggak salah. Saya jadi kambing hitam,” ujarnya sembari menangis, Selasa, 13 Agustus 2024.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar memastikan, penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup sebelum menetapkan tersangka kepada yang bersangkutan. “Penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terkait keterlibatan saudara SPT (Supianto) dalam perkara ini. Setelah dilakukan gelar perkara maka penyidik menetapkan SPT sebagai tersangka,” ujarnya dalam konferensi pers.
Permufakatan Jahat
Berdasarkan perannya, ia menyebut yang bersangkutan selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung melakukan permufakatan jahat dengan tersangka lain dalam proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya atau RKAB. Dokumen tersebut wajib disusun perusahaan pertambangan setiap tahun dan diajukan untuk disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau instansi yang mendapat pendelegasian kewenangan dari Kementerian ESDM.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 22 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.
Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun. (*)