JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani meminta semua pihak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menolak gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Putusan MK itu memberi legitimasi bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sah menjadi pemenang Pilpres 2024.
“Semua itu sudah kita dengar di pengadilan di MK secara terbuka. Kami mohon proses ini untuk dihormati, dijunjung tinggi, sebagaimana juga kami menghormati upaya dari pasangan lain untuk menempuh jalan pengadilan,” ujar Muzani di kawasan Pademangan, Jakarta Utara, Sabtu, 4 Mei 2024 seperti dikutip dari KOMPAS.com.
“Tetapi, ketika MK telah ambil keputusan, marilah kita sama-sama menghormati dan menjunjung tinggi putusan ini,” tambahnya.
Wakil ketua MPR RI ini menyatakan, semua pihak harus menerima hasil dari sebuah kontestasi serta memberikan ruang untuk presiden dan wakil presiden terpilih mempersiapkan pemerintahan yang baru. “Berilah kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, untuk mempersiapkan prosesi dari pemerintahan baru yang akan datang. Agar rakyat bisa kembali ke profesinya masing-masing,” ujar Muzani.
Ia juga menekankan bahwa Prabowo dan Gibran meminta semua pihak bersatu untuk kepentingan Indonesia ke depan. “Kita butuh kesatuan, kita butuh kebersamaan, kegotong-royongan dan itu akan terus dilakukan Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” Muzani menekankan.
PDI-P Menggugat
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tengah menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum saat meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2024.
Ketua Tim Hukum PDI-P, Gayus Lumbuun mengharapkan putusan PTUN Jakarta nantinya menjadi dasar bagi MPR untuk tidak melantik presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dia (MPR) akan memikirkan apakah sebuah produk yang diawali dengan melanggar hukum itu bisa dilaksanakan (dilantik). Kami berpendapat, ya bisa iya (dilantik), juga bisa tidak, karena, mungkin MPR tidak mau melantik, ini yang perlu di-quote,” kata Gayus, Kamis, 2 Mei 2024.
Ia mengaku tidak berharap PTUN mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan, hanya KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena meloloskan Gibran. Menurut dia, karena ada pelanggaran hukum saat Gibran diloloskan jadi cawapres, MPR diharapkan mempertimbangkan ulang untuk melantik presiden dan wakil presiden terpilih. “Tapi kalau di pertimbangan hakim (PTUN) menyebutkan memang (KPU) melanggar hukumnya, penguasa dengan kekuasaannya menerbitkan satu proses dengan hasil penetapan presiden dan calon wakil presiden atau wakil presiden,” ujar Gayus. “Kalau rakyat menghendaki tidak melantik karena memang didapati diawali oleh perbuatan melanggar hukum penguasa, nah itu sangat bisa mungkin terjadi. Jadi bisa tidak dilantik,” tambah Gayus.(*)