JAKARTA – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengambil sikap hati-hati, menolak tawaran peluang organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha pertambangan batu bara.
Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha pertambangan batu bara.
Menurut dia, adanya PP Nomor 25/2024 menunjukkan komitmen Kepala Negara untuk melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat agar turut serta mengelola kekayaan negeri ini.
Keterlibatan ormas keagamaan dalam tambang ini, jika dikelola dengan baik, juga hendaknya bisa menjadi terobosan dan contoh baik di masa depan dalam pengelolaan tambang yang ramah lingkungan,” kata Pendeta Gomar Gultom lewat keterangan tertulis, Rabu, 5 Juni 2024.
Namun dikatakan, apresiasi ini tidak berarti bahwa PGI termasuk kelompok ormas yang siap menerima izin usaha pertambangan (IUP).
Pendeta Gomar mengingatkan, organisasi umat Kristen Protestan tersebut memiliki keterbatasan dalam hal pengelolaan suatu tambang. Di samping itu, pertambangan bukanlah bagian dari pelayanan pihaknya. “Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI,” ucap dia.
Dikatakan, PGI selama ini aktif dalam mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha tambang. Jadi, ada kemungkinan bila ikut menerima IUP, organisasi tersebut akan “berhadapan dengan dirinya sendiri.” Dalam arti, sangat rentan kehilangan legitimasi moral.
“Saya tentu menghormati keputusan lembaga keagamaan yang akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh PP tersebut. Dalam kaitan inilah saya menyambut positif kebijakan ini, seraya mengingatkan perlunya kehati-hatian,” ujarnya.
Tak Akan Ajukan
Senada dengan PGI, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga mengambil sikap hati-hati terhadap peluang yang diberikan PP Nomor 25/2024.
Uskup Agung Jakarta Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyatakan, organisasi yang menghimpun uskup-uskup Katolik seluruh Tanah Air itu tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang batu bara.
“Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” katanya usai bersilaturahim di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Jakarta, Jakarta Timur, Rabu, 5 Juni 2024.
Ia menambahkan, ihwal pertambangan batu bara tidak termasuk dalam pelayanan yang disediakan KWI untuk umat Katolik dan bangsa Indonesia umumnya. “Pelayanannya kan jelas, ya, KWI tidak masuk di dalam (usaha tambang) seperti itu,” kata Prof Suharyo.
Nahdlatul Ulama Siap
Sejauh ini, di antara berbagai ormas keagamaan di Tanah Air, hanya Nahdlatul Ulama (NU) yang tegas menyuarakan kesiapan untuk menerima konsesi tambang batu bara.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengaku, pihaknya siap memiliki IUP, sebagai sebuah hal yang dimungkinkan oleh PP Nomor 25/2024. Ia juga menyebut, beleid itu adalah sebuah “langkah berani” dari Presiden Jokowi.
“Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap, dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” kata tokoh yang akrab disapa Gus Yahya itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 3 Juni 2024.
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 membuka peluang organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha pertambangan batu bara. Beleid itu sendiri merupakan perubahan atas PP Nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam PP Nomor 25/2024, terdapat pasal baru, yakni Pasal 83 A PP yang menyebutkan, “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.” (*)