JAKARTA – Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional – Wongsonegoro, Bangsawan, Pejuang dan Negarawan, berjalan lancar. Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Gedung-I Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Indonesia, Kota Depok, Jawa Barat pada Rabu, 20 November 2024 menghadirkan pembicara Prof. Dr. Wasino, M.Hum dari Universitas Negeri Semarang; Prof. Dr. Agus Mulyana, M.Hum (Universitas Pendidikan Indonesia); Dr. Siswantsri, S.S, M.Hum (Departemen Sejarah – FIB UI); dan Triwiyanto – Dirjen Pemberdayaan Sosial – Kementerian Sosial.
Seminar membahas naskah akademik hasil riset dan penelitian tentang kehidupan dan kiprah Wongsonegoro sejak sebelum dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Naskah yang disusun tim pimpinan Dr. Prajoko M.Hum dari Universitas Indonesia sudah 95 persen. Diharapkan dari seminar akan diperoleh data untuk lengkapi naskah yang akan diajukan kepada Tim Penelitian Pengkaji Gelar Daerah sebelum diteruskan ke Tim Pusat.
Wongsonegoro bergelar Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) lahir di Surakarta pada 20 April 1897. Ayahnya merupakan abdi dalem panewu bagi Sri Susuhunan Pakubuwono X.
Pendidikan Tinggi
Kehidupannya di lingkungan keraton memberinya kesempatan mengenyam pendidikan lebih tinggi dari kaum pribumi. Setelah lulus sekolah, pada tahun 1917 mendapat pekerjaan di Landraad Solo, setingkat Pengadilan Negeri.
Dari catatan sejarah, Wongsonegoro juga alumni UI pada 100 tahun lalu. Sebagai ahli hukum ia mendapat kedudukan Jeksodipuro dan dianugerahi gelar Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT).
Sejarah juga mencatat Wongsonegoro Gubernur Provinsi Jawa Tengah pertama, setelah masa perang mempertahankan kemerdekaan. Ia ikut pasukan militer bergerilya dalam upaya tetap bisa memimpin dan mengendalikan pemerintahan Jateng.
Wongsonegoro sosok bangsawan yang terdidik, juga berperan aktif dalam Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) termasuk terlibat tim perumus Undang-Undang Dasar.
Pakar Sejarah
Seminar usulan gelar pahlawan nasional bagi Wongsonegoro dihadiri para pakar sejarah, mahasiswa Universitas Pertahanan, Universitas Islam Negeri, Jakarta dan Universitas Indonesia serta perwakilan keluarga Wongsonegoro.
Muncul pertanyaan tentang keberadaan Wongsonegoro yang lebih dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) di ranah politik, mengundang ketidaksukaan Partai Masyumi dan Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Hal ini merupakan karakter luwes seseorang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wongsonegoro (wafat 1974) juga termasuk kategori tokoh bangsawan pembaharu yang selain berkiprah di bidang kebudayaan, juga politik dan birokrat. Penggerak kaum priyayi di lingkungan Kesunanan Surakarta untuk aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Ia juga ikut mewarnai keputusan kongres pemuda dengan ide pentingnya persatuan para pemuda seluruh Nusantara untuk kemerdekaan Indonesia.
Menjawab pertanyaan dalam seminar, mengapa usulan gelar pahlawan nasional Wongsonegoro justru dari Dinas Sosial DKI Jakarta bukan Jawa Tengah. Triwiyanto dari Dirjen Sumberdaya Sosial – Kementerian Sosial, menyatakan tidak masalah. Usulan gelar bisa dari semua kelompok masyarakat, akademisi juga organisasi/partai politik. (*)