JAKARTA – Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen (Purn) Djoko Susilo kembali menjadi sorotan, setelah melalui kuasa hukumnya, terpidana korupsi tersebut mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk kedua kali ke Mahkamah Agung (MA) melawan KPK.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, seharusnya KPK bisa mengusut dugaan gratifikasi atas perkara dugaan korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam pemeriksaan di pengadilan, terungkap terdapat banyak aset yang diduga bersumber dari gratifikasi.
“Patut diduga sumber penghasilan berasal dari gratifikasi,” kata Alex saat dihubungi media, Minggu, 26 Mei 2024.
Disebutkan, KPK telah menangani kasus gratifikasi eks pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo serta pejabat Ditjen Bea dan Cukai Andhi Pramono dan Eko Darmanto. Perkara mereka dimulai dari temuan bahwa hartanya tidak sebanding dengan penghasilan yang sah dan dituangkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Bercermin dari kasus-kasus ini, menurut Alex, KPK bisa menjerat Djoko Susilo dengan pasal gratifikasi. “Mestinya KPK bisa kembali melakukan penyelidikan dugaan korupsi menerima gratifikasi terhadap yang bersangkutan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, menurut Alex, KPK seharusnya juga menyita aset-aset yang diduga dibeli Djoko dengan menggunakan nominee atau orang lain. “Termasuk aset-aset yang dalam putusan PK diminta untuk dikembalikan kepada yang bersangkutan,” tutur mantan hakim tersebut.
Bukti Baru
Sebelumnya, kuasa hukum Djoko Susilo, Juniver Girsang mengkonfirmasi kliennya kembali mengajukan PK ke MA dalam kasus simulator SIM.
Perkara kliennya telah teregister dengan Nomor Perkara 756 PK/Pid.Sus/2024. Permohonan itu masuk pada 20 April lalu. “Status dalam proses pemeriksaan Majelis,” sebagaimana dikutip dari situs MA.
Perkara PK Djoko yang kedua ini, akan diadili majelis hakim yang dipimpin Suharto dengan empat anggotanya, H. Ansori, Sinintha Yuliansih Sibarani, Jupriyadi, dan Prim Haryadi.
Kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang menyebut pihaknya memiliki bukti baru ( novum ) yang dinilai bisa membebaskan kliennya.
Selain itu terdapat hak Djoko yang belum dipertimbangkan. “Masih ada hak terpidana yang belum dipertimbangkan dan atas putusan PK ada Novum yang bisa membebaskan,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu, 22 Mei 2024.
Hukum Diperberat
Perjalanan Kasus Djoko sebelumnya telah menempuh upaya hukum dari pengadilan tingkat pertama hingga upaya hukum luar biasa atau PK.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mulanya menghukum Djoko 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan itu dibacakan pada September 2013.
Tidak terima, Djoko mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun, hukumannya justru diperberat menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Ia juga diperintahkan membayar uang pengganti Rp32 miliar subsider lima tahun penjara.
Belum menyerah, ia mengajukan kasasi ke MA pada 2014 lalu. Namun, permohonan itu ditolak. MA menguatkan hukuman yang dijatuhkan PT DKI Jakarta.
Djoko kemudian mengajukan PK. Kali ini, MA mengabulkan sebagian permohonannya.
Hakim menyatakan kelebihan hasil lelang dan barang bukti yang belum dilelang harus dikembalikan kepada Djoko.
MA mengirim surat Nomor 34/WK.MA.Y/VI/2019 kepada pimpinan KPK pada 19 Juni 2019 perihal pembahasan permohonan fatwa atas uang pengganti perkara Djoko. Dalam surat itu, MA menyebut harta benda Djoko yang telah disita dan dilelang dirampas untuk negara. Namun, setelah dilelang nilainya melebihi uang pengganti Rp32 miliar. (*)