BATAM – Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menggandeng sejumlah influencer dalam pemusnahan 2 ton sabu yang diamankan dari kapal Sea Dragon Tarawa, Kamis, 12 Juni 2025. Selain itu, ada 57 media nasional dan lokal yang masuk dalam daftar undangan BNN.
Jurnalis dari media dalam daftar undangan mendapat tanda pengenal khusus dan boleh mengambil gambar lebih dekat ke panggung Alun-Alun Engku Putri, tempat barang bukti sabu 2 ton lebih dipajang. Sementara, jurnalis dari media lain yang tidak punya tanda pengenal khusus hanya boleh mengambil gambar dari jarak yang jauh.
Meski demikian, salah satu jurnalis perempuan yang memiliki tanda pengenal khusus mengaku mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari aparat yang menjaga barang bukti dan tersangka. Tasnya ditarik ketika jurnalis ini mewawancarai salah satu tersangka yang mengaku dijebak pemilik kapal.
“Tasku ditarik. Enggak boleh naik [ke panggung] juga tadi sama penjaganya,” kata Ucik, jurnalis Tribun Batam.
Perlakuan ini terkesan berbeda dengan influencer yang lebih leluasa mengambil gambar untuk kebutuhan konten mereka.
Okto Siagian, salah satu influencer yang terlibat dalam publikasi pemusnahan sabu 2 ton, ketika diwawancarai HMS mengaku tidak merasa diberi keistimewaan. Menurutnya semua orang boleh-boleh saja mengambil gambar seperlunya.
“Sebenarnya semuanya bisa. Bukan dispesialkan saya. Tapi kalau dibuat secara terbuka semuanya bisa [ambil gambar lebih dekat], bayangin gimana chaos-nya,” kata Okto kepada HMS.
Okto menyebut ia senang dilibatkan dalam agenda pemerintahan seperti ini, karena konten yang mereka hasilkan jadi lebih menarik.
Ini merupakan pertama kalinya Okto dan timnya diajak untuk mendokumentasikan kegiatan pemerintah. Sebelumnya, meski sempat membuat konten yang menyentil sayembara pembuang sampah sembarangan di Batam, kata Okto merupakan inisiatif mereka sendiri dan tidak mendapat bayaran.
Kali ini mereka dibayar per video, meski enggan menyebut nominalnya. “Kalau itu rahasialah,” ujar Okto.
Bukan Influencer VS Jurnalis
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam, Yogi Eka Sahputra, berpendapat dilibatkannya influencer dalam rilis sabu 2 ton, menandakan bahwa institusi negara mulai mengadopsi strategi komunikasi baru. Orientasinya lebih mencari engagement ketimbang kreadibilitas editorial yang biasanya melekat pada jurnalis tradisional.
“Karena influencer dianggap memiliki daya tarik yang lebih luas dan cepat menyebar. Terutama di kalangan generasi muda di medsos yang kemungkinan tidak mengakses berita melalui media konvensional,” kata Yogi kepada HMS melalui pesan suara WhatsApp, Kamis, 12 Juni 2025.

Menurut Yogi, ketika institusi ataupun lembaga akan lebih banyak menggunakan influencer, dikhawatirkan publik bisa kehilangan keseimbangan dalam mengakses informasi. Melihat, influencer umumnya hanya menonjolkan hal-hal positif dalam rangka promosi atau endorsement. Jarang ada influencer yang kritis. Karena ketika kritis, mereka rentan dikriminalisasi.
Berbeda dengan wartawan yang bekerja sesuai kode etik, keilmuan jurnalistik yang berpatokan dan berprinsip bahwa jurnalis itu sebagai kontrol sosial.
Yogi berharap para jurnalis lebih giat menciptakan informasi yang berkualitas, investigatif atau liputan mendalam. Menurut Yogi, masyarakat sudah bosan dengan informasi sepotong ataupun yang biasa-biasa saja, yang sebenarnya banyak berseliweran di media sosial, yang salah satunya diproduksi oleh para influencer.
“Hikmahnya jurnalis harus adaptif. Tidak bisa lagi hanya mengandalkan format konvensional atau lama. Perlu belajar memahami cara algoritma, perilaku digital, dan narasi visual di platform media sosial atau platform baru tanpa kehilangan nilai-nilai etik jurnalismenya,” kata Yogi.
Yogi menyebut, jurnalis harus tetap konsisten dengan karya jurnalistik yang berkualitas, agar publik atau masyarakat bisa membedakan informasi yang bersumber dari peliputan, atau konten promosi yang sensasional saja.
Institusi negara atau lembaga negara juga diharapkan tidak hanya mengandalkan viralitas atau viral doang. Menurut Yogi, boleh saja menggunakan influencer sebagai pelengkap. Tapi jurnalis harus diberi hak-hak profesionalnya di lapangan.
“Bahkan space-nya juga harus dibuka lebih lebar, agar tidak ada yang ditutup-tutupi untuk menjaga prinsip-prinsip transparansi,” kata Yogi.
Yogi menegaskan, perlu digaris bawahi bahwa fenomena ini bukan pertarungan antara jurnalis dan influencer. Tetapi merupakan cerminan perubahan landscape komunikasi publik modern. “Tantangannya adalah bagaimana jurnalis tetap relevan tanpa kehilangan idealisme. Dan bagaimana negara bisa memanfaatkan media baru, tanpa mengorbankan prinsip keterbukaan atau akuntabilitas,” tutup Yogi.
Berita terkait:
1. BNN Musnahkan Sabu di Alun-Alun Engku Putri Batam, Warga Tidak Pakai Masker
2. Total 4 Ton Narkotika Diamankan, Aparat Nyatakan Perang Terbuka
3. Momen Kepala BNN Minta Maaf karena Tersangka Tak Pakai Sendal
4. BNN Rilis Tangkapan Sabu 2 Ton, Pengendali Masih Berstatus DPO Internasional
5. Dewi Astuti, Buron di Balik Penangkapan 2 Ton Sabu
Kunjungi TikTok HMS di HMStimes.com



