Senin, 20 Oktober 2025
No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Nasional
  • Eksklusif
  • Feature
  • Kriminal
  • Politik
  • Sejarah
  • Olahraga
  • Entertainment
  • Opini
Dari kiri ke kanan: Boy Thohir, Franky Widjaja dan Djony Bunarto Tjondro. (Foto: Ist./Desain: Inilah.com).

Direktur PUSKEPI: 13 Korporasi Penerima Diskon Solar Non-subsidi Mesti Kembalikan Uang Negara

20 Oktober 2025
H. Achmad Ristanto H. Achmad Ristanto
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsApp

JAKARTA – Pengamat Energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria menegaskan, pemberian diskon harga solar non subsidi kepada 13 korporasi, melanggar ketentuan yang berlaku pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan dapat dinyatakan menimbulkan kerugian bagi negara. Untuk itu, para penikmat diskon istimewa itu harus mendapatkan sanksi hukum yang jelas dan tegas.

“Tidak semua sanksi harus dijatuhkan dengan mencabut izin badan usaha yang terlibat, tapi tentunya sanksi itu setidaknya harus bisa menyelamatkan uang negara yang timbul, akibat keputusan kebijakan pemberian diskon yang dianggap melanggar ketentuan,” ujar Sofyano saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025 dilansir inilah.com.

Selain menjatuhkan sanksi hukum penjara kepada pelaku yang terlibat, para penerima diskon solar harus mengembalikan uang pemotongan harga tersebut. “Karena pemberian diskon dinyatakan melanggar dan bertentangan dengan ketentuan yang ada,” jelasnya.

Pengembalian diskon ini menurut Sofyano, merupakan jalan tepat untuk mengurangi kerugian negara yang timbul.

Berita Lain

PDIP: Satu Tahun Prabowo-Gibran, Presiden Angkat Kembali Kepemimpinan Indonesia di Dunia

Kejagung Sita Tanah dan Bangunan Milik MRC di Kebayoran Baru

Hashim: Presiden Prabowo Tolak Tawaran Sogokan US$1 Miliar

Polda Riau: Kasus JS Ketua Ormas Adalah Pemerasan, Korban tak Bisa Dipidana

Diduga Terlibat

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mendalami dugaan keterlibatan 13 korporasi yang memperoleh keuntungan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023. Salah satu perusahaan yang disebut mendapat keuntungan terbesar adalah, PT Pamapersada Nusantara.

Ada tiga korporasi disebut sebagai penerima keuntungan paling besar, yakni PT Pama Persada Nusantara sebesar Rp.958,3 miliar; disusul PT Berau Coal Rp449,1 miliar, dan PT Buma Rp264,1 miliar.

“Masih didalami penyidik,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna saat dikonfirmasi, Kamis, 16 Oktober 2025.

Ditanya apakah para petinggi perusahaan tersebut juga akan dipanggil untuk bersaksi dalam persidangan mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, Anang menjawab singkat. “Lihat saja nanti di persidangan.”

Dalam Dakwaan

Nama-nama perusahaan tersebut tercantum dalam surat dakwaan Riva Siahaan yang telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 9 Oktober 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, Riva sebagai pejabat Pertamina Patra Niaga periode 2018–2023 diduga menyetujui penjualan solar/biosolar ke konsumen industri dengan harga jauh di bawah batas bawah ( bottom price), bahkan di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP), sehingga menimbulkan kerugian bagi negara dan memperkaya sejumlah perusahaan.

“Bahwa terdakwa Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021-Juni 2023 dan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025, dalam kurun waktu 2018-2023, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum,” kata Jaksa Penuntut Umum, Feraldy Abraham Harahap.

Secara keseluruhan, jaksa mencatat nilai kerugian negara akibat penjualan solar nonsubsidi murah kepada korporasi-korporasi tersebut mencapai Rp2,54 triliun.

“Dalam hal penjualan solar nonsubsidi telah memperkaya korporasi dengan jumlah keseluruhan Rp2.544.277.386.935,” ungkap jaksa.

Perusahaan Moncer

Banyak perusahaan yang selama ini kinerjanya cukup moncer, bahkan sudah listing di pasar saham, meraup keuntungan besar dari belanja solar dengan harga miring. Dan, banyak pengusaha kakap yang menjadi pemilik perusahaan itu. Salah satunya, Boy Thohir.

Kakak dari Erick Thohir yang saat ini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu, merupakan pemilik PT Adaro Indonesia yang menikmati cuan Rp168,52 miliar. Masih ada satu lagi perusahaan Boy Thohir yang kebagian cuan dari skandal ini. Yakni PT Maritim Barito Perkasa, diduga mereguk untung hingga Rp66.484.498.847 (Rp66,5 miliar). Sehingga total labanya mencapai Rp235 miliar.

Pengusaha Franky Widjaja, generasi kedua Sinarmas Group ikut terseret, lewat PT Berau Coal. Tambang batu bara yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) itu, disebut mengantongi cuan Rp499,1 miliar.

Masih ada satu lagi perusahaan milik Sinarmas Group. Yakni,  PT Puranusa Eka Persada melalui PT Arara Abadi, perusahaan yang terafiliasi Asia Pulp & Paper (APP), juga ikut menikmati Rp32,1 miliar. Sehingga, totalnya mencapai Rp481,2 miliar.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Indocement, perusahaan semen yang mayoritas sahamnya dikempit Heidelberg Materials AG (sebelumnya Heidelberg Cement Group), mengantongi untung Rp42,51 miliar dari skandal solar murah ini.

Sejak 2001, saham Indocement tak lagi dikuasai Salim Group, namun berpindah tangan ke Heidelber, industri semen terbesar di dunia. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa  duduk sebagai komisarisnya.

Nyaris Rp1 Triliun

Dari 13 perusahaan penikmat duit skandal solar murah itu, Astra Group selaku pemilik PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mengantungi untung paling tinggi. Angkanya nyaris Rp1 triliun, tepatnya Rp958,38 miliar.

Saat ini, posisi Presiden Komisaris PAMA dijabat Djony Bunarto Tjondro, yang juga Presiden Direktur Astra International. Sedangkan Presiden Direktur PAMA dijabat Hendra Hutahean.

Masih ada lagi beberapa perusahaan yang ‘kepleset’ skandal solar murah. Yakni, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) yang komisaris utama-nya, dijabat eks Menkumham, Hamid Awluddin. Perusahaan ini menikmati untung Rp264,14 miliar.

PT Merah Putih Petroleum milik PT Energi Asia Nusantara dan Andita Naisjah Hanafiah, meraup untung Rp256,23 miliar dari skandal ini.

PT Vale Indonesia Tbk yang berkode emiten INCO, juga menikmati keuntungan Rp62,14 miliar dari skandal ini. Menariknya, ada mantan Kopassus yang masuk jajaran komisaris Vale. Dia adalah Mayjen TNI (Pur),  FS Multhazar.

Sedangkan PT Ganda Alam Makmur anak usaha Titan Infra Energy Group, milik Handoko A Tanuadji, kebagian cuan senilai Rp127,99 miliar.

Pelat Merah

Ada juga perusahaan pelat merah yang menikmati keuntungan dari skandal ini. Yakni, PT Aneka Tambang (Persero/Antam) Tbk sebesar Rp16,79 miliar.

Lewat lima anak usahanya, Grup PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) pun kebagian Rp.85,80 miliar. Kelima anak usaha ITM itu, adalah PT Tambang Raya Usaha Tama (Rp29,5 miliar), PT Bharinto Ekatama (Rp11,7 miliar), PT Sinar Nirwana Sari (Rp21,4 miliar), PT Trubaindo Coal Mining (Rp10,7 miliar), dan PT Tunas Jaya Perkasa (Rp12,3 miliar).

Terakhir, PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), tambang emas di Halmahera Utara, Maluku Utara (Malut), kebagian cuan Rp14 miliar. Sebesar 75 persen saham NHM digenggam PT Indotan Halmahera Bangkit, perusahaan milik H Robert Nitiyudo Wachjo yang akrab disapa Haji Robert. Sisanya 25 persen milik Antam. (*)

Berita Lain

Data tidak ditemukan

IKLAN

Kalau Anda wartawan, tulislah sesuatu yang bernilai untuk dibaca. Kalau Anda bukan wartawan, kerjakanlah sesuatu yang bernilai untuk ditulis.

  • Tentang HMS
  • Redaksi
  • Perusahaan
  • Alamat
  • Pedoman

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS

No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Sumatra Utara
  • Feature
  • Eksklusif
  • Lowongan Wartawan
  • Kode Perilaku HMS

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS