JAKARTA – Kisah dramatis penyelamatan Nur Ahmad (14 tahun), salah seorang santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur yang terjebak reruntuhan, menyisakan cerita heroik tim medis. Dalam kondisi serba terbatas, tim dokter RSUD Sidoarjo melakukan amputasi darurat di lokasi kejadian, demi menyelamatkan nyawa korban.
Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RSUD Sidoarjo, dr.Larona Hydravianto menjadi tenaga medis pertama yang masuk ke titik korban. Ia merangkak melalui celah sempit untuk menjangkau Ahmad yang lengannya terhimpit beton.
“Saya takut, tapi saya tidak terpikir. Jadi, saat sampai di TKP saya langsung inginnya sudah lihat korban. Makanya saya sempat ada video di mana orang-orang banyak memanggil saya karena helm yang saya gunakan tidak terlalu aman. Karena saya segera ingin menuju dan segera ingin tahu bagaimana kondisi pasien, lalu saya langsung merangkak ke dalam,” cerita Larona dikutip dari Detik.com, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Saat itu, peralatan untuk melakukan amputasi tidak memadai. Jadi, Larona keluar memanggil bantuan personel dari RSUD Sidoarjo, mengingat jarak rumah sakit ke TKP hanya sekitar 15 menit.
Setelah datang, ia kembali masuk ke titik Ahmad, bersama spesialis anestesi dr Farouq Abdurrahman, dan PPDS Ortopedi dr. Aaron Franklyn.
Karena akses masuk ke lokasi yang sempit, Aaron masuk paling dalam untuk lebih dekat dengan korban.
BACA JUGA : Korban Pesantren Sidoarjo Ambruk, 14 Ditemukan Tewas dan 49 Masih Dicari
Tak Berhenti Berdoa
Dituturkan, situasi di dalam reruntuhan sangat genting. Kondisi bangunan tidak stabil dan berisiko runtuh susulan. Ia dan timnya pun tidak berhenti berdoa dalam kondisi tersebut.
“Kami hanya bisa berdoa ya, karena kami memang dalam posisi runtuhan yang tertutup, kami memang tidak bisa tahu, ini nantinya apakah dia bisa jatuh, karena sebelumnya itu waktu saya pertama kali masuk juga ada angin besar. Itu saja seng-seng-nya sudah mulai ada suara-suara agak goyang-goyang, jadi agak khawatir ada sesuatu juga,” tambahnya.
Saat itu, lengan Ahmad sudah remuk hingga siku dan tidak bisa diselamatkan. Sementara beton besar sulit diangkat cepat.
Berdasarkan prinsip kegawatdaruratan, Larona dan tim memutuskan melakukan life saving amputation atau amputasi darurat demi menyelamatkan nyawa korban.
“Jadi, setelah pasien berhasil kami amputasi, kemudian bersama-sama kami seret keluar, lalu langsung dibantu dengan teman-teman Basarnas. Lalu, sesampainya di luar langsung kami lakukan stabilisasi, terutama mengecek saluran napas korban, langsung kami kasih oksigen, kepala (korban) kami posisikan yang benar, lalu kami pasang infusnya tambah dua lagi, sambil kami merawat bekas luka dari amputasi tersebut,” terang Laron.
Operasi Lanjutan
Setelah stabilisasi, Ahmad segera dibawa ke RSUD Sidoarjo. Malam itu juga dilakukan operasi lanjutan untuk membersihkan luka, membuang jaringan mati, dan merapikan kulit di bagian amputasi.
“Setelah stabilisasi kita pastikan aman baru kita angkut ambulans kita bawa ke RSUD Notopuro lalu langsung malam itu juga saya lakukan operasi lagi untuk membersihkan lukanya membuang jaringan yang mati merapikan kulitnya dan sebagainya,” pungkasnya.
Bangunan musala Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin, 29 september 2025 sore. Ratusan santri yang sedang menjalankan salat asar tertimbun runtuhan bangunan empat lantai tersebut.
BACA JUGA : Seorang Tewas dan 79 Korban Luka Akibat Bangunan Ponpes di Sidorajo Runtuh
Hingga Sabtu, 4 Oktober 2025 hari kelima pascakejadian, total korban meninggal dunia 16 orang, 104 selamat, dan puluhan lainnya masih belum ditemukan.
Proses evakuasi menggunakan alat berat masih terus dilakukan untuk mencari keberadaan para korban. (*)