JAKARTA – Tersangka kasus korupsi E-KTP, Paulus Tannos, ditangkap di Singapura usai buron selama empat tahun terakhir.
Paulus Tannos ditangkap di Singapura oleh otoritas setempat pada 17 Januari 2025. Penangkapan itu berdasarkan permintaan pihak Indonesia.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang melengkapi dokumen ekstradisi untuk memulangkan Paulus Tannos ke Tanah Air.
Sempat Gagal
Mantan penyidik, Praswad Nugraha, mengungkap kendala KPK yang sempat gagal membawa pulang Tannos ke Indonesia meski sempat berhadap-hadapan secara langsung.
Tannos telah ditetapkan KPK di kasus e-KTP sejak tahun 2019 atas perannya sebagai salah satu konsorsium pelaksana proyek e-KTP.
Melansir laman KPK, Paulus Tannos memiliki nama lain Thian Po Tjhin. Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.
Ia merupakan tersangka tindak pidana korupsi terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-elektronik) tahun 2011 sampai 2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri.
Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Ia ditetapkan tersangka bersama tiga orang lainnya pada 2019. Tannos masuk daftar pencarian KPK sejak 19 Oktober 2021.
Tannos bisa menjadi salah satu kunci untuk mengungkap kasus ini. Perusahaan milik Tannos mendapat sekitar 44 persen dari total nilai proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun. Padahal, perusahaan milik Tannos, PT Sandipala Arthaputra, menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung.
Permintaan Red Notice
Menurut Praswad Nugraha, tiga tahun buron, KPK sempat mengirimkan permintaan red notice untuk Paulus Tannos ke Interpol.
“Pada 2022 KPK mengirimkan red notice ke markas Interpol di Lyon, Prancis. Namun diajukan banding/keberatan oleh pihak Tannos melalui pengacaranya, sehingga sampai saat ini red notice belum dikeluarkan oleh pihak International Criminal Police Organization/Interpol,” kata Praswad saat dihubungi, Senin, 27 Januari 2025.
“Pada tahun 2023 tim penyidik berhasil mendeteksi keberadaan Tannos di Bangkok, setelah tim penyidik tiba di Bangkok, ternyata saat itu yang bersangkutan sudah berganti kewarganegaraan dan sudah menggunakan passport Guinnes Bissau, salah satu negara di Afrika Barat. Sehingga pihak kepolisian Bangkok kesulitan memenuhi permintaan penangkapan Tannos oleh penegak hukum Indonesia,” beber Praswad dilansir Kompas.com.
Setahun berselang, keberadaan Paulus Tannos kembali diketahui ada di Singapura. KPK lalu mengajukan permintaan penahanan ke Singapura berdasarkan perjanjian ekstradisi kedua negara yang telah berlaku efektif sejak Maret 2024.
“Pada November 2024 Penyidik KPK mengajukan Provisional Arrest atas nama saudara Paulus Tannos yang berkediaman di Singapura kepada pengadilan Singapura sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Extradition Treaty Between Indonesia and Singapura. Pengadilan Singapura menyetujui Provision Arrest atas nama tersangka Paulus Tannos yang bertempat tinggal di Singapura,” ungkapnya.
Tidak Surut
Praswad mengapresiasi kerja KPK yang tidak surut dalam mencari keberadaan Paulus Tannos. Dia juga mengatakan penangkapan Paulus Tannos di Singapura itu menjadi momentum bahwa ‘Negeri Singa’ itu tidak lagi ramah bagi pelaku kejahatan yang ingin lolos dari jeratan hukum di Indonesia.
“Hal ini merupakan pesan kepada seluruh buronan yang melarikan diri ke Singapura, bahwa mereka sudah tidak lagi menjadi pihak yang tidak tersentuh hukum. KPK sudah bisa menangkap dan mengejar mereka berdasarkan UU No 5 tahun 2023 yang mengesahkan proses Ekstradition Treaty between Indonesia and Singapore,” ujar Praswad. (*)