JAKARTA – Pengukuhan Guru Besar Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, menjadi momentum bagi Prof. Dr. Drs. H.Ganjar Razuni, SH, M.Si menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia saat ini. Dalam orasi ilmiahnya, ia mempertanyakan arah sistem politik kenegaraan yang kian menjauh dari cita-cita para pendiri bangsa.
“Kenapa biaya politik begitu mahal sekarang? Apakah sistem politik kenegaraan yang kita bangun ini sudah sesuai dengan cita-cita pendiri negara?” ujar Prof. Ganjar membuka orasinya di hadapan civitas akademika UNAS Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.
UNAS Jakarta di tahun ini mengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Politik kepada yang terpelajar Prof. Dr. Drs. Adv.Ganjar Razuni, SH, M. Si. Orasi disampaikan di hadapan sidang terbuka di auditorium Unas, Jl. Sawo Manila, Jakarta Selatan.
Ganjar Razuni merupakan politisi Partai Golkar dengan pengalaman kerja dan organisasi di antaranya Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar 2016-2024, Wakil Ketua Umum PPK Kosgoro 1957, Ketua Bidang Sosial DPP PA GMNI, Wakil Sekretaris Jenderal DPP AMPI 1994-2003, Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI 2019-2024, Staf Khusus Menko Kesra RI 2009-2014, Anggota DPR/ MPR RI 1997-1999 dan saat ini Ganjar Razuni Wakil Ketua Balitbang DPP Partai Golkar Periode 2024-2029.
Peran Tokoh
Berbicara demokrasi Indonesia saat ini, Prof. Ganjar Razuni, menyinggung peran besar tokoh pendiri negara, Margono Djojohadikusumo, kakek Presiden RI Prabowo Subianto, serta Prof. Soemitro Djojohadikusumo, salah satu pendiri UNAS, yang menurutnya memiliki visi kenegaraan yang berpijak pada Pancasila.
Namun, menurutnya, kenyataan politik hari ini justru menyimpang dari cita-cita awal tersebut. “Sekarang ini muncul praktik-praktik demokrasi ultra liberal, biaya politik yang begitu tinggi, hingga keadaan di mana negara tunduk pada oligarki. Bahkan, istilah demokrasi cukong kini menjadi fenomena yang nyata,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa fenomena “demokrasi cukong” telah menggeser posisi negara dari pengendali utama menjadi pihak yang dikendalikan. Ia mengutip pandangan sejumlah pakar, termasuk Prof. Yuddy Chrisnandi dalam tulisannya Negara dalam Cengkraman Oligarki serta Prof. Jimly Asshiddiqie yang menulis panjang lebar mengenai bahaya oligarki dalam demokrasi.
“Jika dulu oligarki tunduk pada negara, hari ini justru negara tunduk pada oligarki. Ada tangan-tangan tak terlihat, yang oleh para ilmuwan politik disebut sebagai the shadow state atau negara bayangan. Inilah dampak negatif demokrasi cukong, negara menjadi lemah dan digerakkan oleh kekuatan informal yang tidak akuntabel,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mencontohkan Rusia yang pernah mengalami dominasi oligarki namun berhasil mengembalikan kendali negara di bawah kepemimpinan Vladimir Putin. Menurutnya, Indonesia masih berjuang keluar dari cengkeraman oligarki politik dan ekonomi yang semakin kuat.
“Cukongisme politik bukan sekadar sponsor kampanye, tapi telah menjelma menjadi kekuatan sistemik yang menentukan arah politik nasional. Aktor-aktor ekonomi yang seharusnya berada di luar arena politik justru menjadi penentu utama kebijakan negara,” ungkap Prof. Ganjar menekankan.
Ia menegaskan, kondisi ini berbahaya bagi masa depan demokrasi Indonesia, karena menempatkan negara formal yang diatur dalam konstitusi berjalan sejajar, bahkan kerap tunduk, pada negara informal yang dibentuk oleh kekuatan oligarki.
Kelahiran Jombang
Ganjar Razuni kelahiran Jombang, Jawa Timur telah berhasil menorehkan prestasi akademik di UNAS Jakarta. Dari 444 dosen, ia berhasil menempatkan posisi jadi Guru Besar Ke 22 Di Universitas Nasional ( UNAS) Jakarta.
Universitas Nasional (UNAS) Jakarta didirikan pada tanggal 15 Oktober 1949. Awalnya, UNAS bernama Akademi Nasional, dan didirikan tokoh-tokoh yang tergabung dalam Perkumpulan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (PMIK). UNAS merupakan perguruan tinggi swasta tertua di Jakarta dan kedua tertua di Indonesia.
Saat pengukuhan guru besar di Unas, tampak DR. Dr. HR Agung Laksono di antara undangan kehormatan yang hadir dan menyimak orasi ilmiah Prof. Ganjar Razuni. (*)



