JAKARTA – Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI (tax and price index) bandar udara (bandara) Soekarno-Hatta (Soetta) – Banten telah mencegah keberangkatan 719 orang calon jemaah haji ke Arab Saudi, menggunakan jalur non-prosedural. Ratusan orang itu diketahui tidak mengantungi visa haji.
“Total 719 orang yang kami tunda keberangkatannya selama periode 23 April hingga 31 Mei 2025,” Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno Hatta, Johanes Fanny Satria Cahya Aprianto menyatakan melalui keterangan tertulis, seperti dikutip Selasa, 3 Juni 2025.
Diungkapkan, selama musim haji tahun ini, TPI Bandara Soekarno-Hatta telah melayani 55.870 calon jamaah di jalur haji reguler sejak 2 Mei-31 Mei 2025. Puluhan ribu jamaah haji reguler itu berasal dari empat embarkasi yaitu Pondok Gede, Bekasi, Lampung, dan Banten.
Namun, di sela-sela pelayanan haji 2025, TPI Bandara Soekarno-Hatta Banten juga berhasil mencegah 719 calon haji nonprosedural. Ratusan calon haji jalur ilegal itu nekat berangkat ke Tanah Suci menggunakan visa nonhaji seperti visa amil dan visa kerja.
“Banyaknya calon haji nonprosedural menggunakan jalan pintas ini, dipicu lamanya antrean masa tunggu haji yang berkisar 10-20 tahun,” kata Fanny dilansir liputan6.com.
Pakaian Seragam
Ia mengungkapkan, ada beberapa modus dipakai para calon jemaah haji ilegal agar bisa lolos pemeriksaan imigrasi. Paling banyak dilakukan berpakaian seperti halnya orang yang akan berhaji.
“Mereka berangkat secara berombongan, berpakaian seragam, dan koper yang sama dengan tujuan melakukan ibadah haji,” katanya.
Penampakan ini mengharuskan petugas di lapangan melakukan kroscek dan interview lebih mendalam, seperti mengecek apakah mereka mempunyai visa haji atau tidak. Dari hasil temuan petugas, kebanyakan mereka menggunakan visa nonhaji.
Selain itu para calon jemaah haji ilegal ini menggunakan penerbangan transit dengan tiket terputus menuju negara-negara bebas visa, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, hingga Philipina. Untuk modus ini mereka berpenampilan seperti penumpang yang akan berwisata.
Dengan modus seperti itu, kata Fanny, membuat petugas sulit mendeteksi mereka di antara ribuan penumpang yang dilayani setiap harinya. “Sehingga kemungkinan untuk lolos itu ada,” katanya. (*)



