JAKARTA – Jumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang bangkrut mencapai rekor tertinggi, yaitu total 20 bank. Angka ini jauh melebihi rata-rata tahunan sekitar enam hingga tujuh BPR.
Kendati demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menegaskan, banyaknya penutupan BPR tersebut tidak mencerminkan adanya gejolak dalam sektor perbankan.
“Penutupan BPR bisa menjadi indikasi yang baik saya kira, bagaimana bekerjanya sistem di Indonesia. Artinya, justru sebetulnya BPR yang sekarang mungkin sudah hampir 20 yang kita tutup itu, tidak menimbulkan sama sekali goncangan atau keresahan pada masyarakat,” ujar Dian dalam webinar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dilansir dari CNBC Indonesia pada Jumat, 4 April 2025.
Anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ex-officio itu menyatakan, bahwa lembaga itu dapat menyikapi jatuhnya BPR-BPR di berbagai tempat dengan cepat. Sehingga deposan masyarakat aman, dan masalah dapat diselesaikan dengan cepat.
“Dan ini suatu confidence yang sangat besar, agar ke depan masyarakat tidak ragu menyimpan di bank umum atau BPR yang dalam pengawasan kita yang semakin baik dari waktu ke waktu,” ujarnya dilansir nkripost.com.
Direktur Eksekutif Hukum LPS Ary Zulfikar mengungkapkan ada tiga “celah” para pelaku fraud di BPR. Yang pertama adalah pengawasan berjenjang yang tidak berjalan di BPR terkait, dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Ary mengungkapkan tidak hanya pemegang saham saja yang melakukan fraud, tapi juga para direksi hingga pegawai. “Jadi ada kewenangan yang dia [pegawai itu] miliki dan tidak ada pengawasan,” kata Ary beberapa waktu lalu.
Sistem TI Penting
Terkait hal ini, ia menyebut teknologi informasi (IT) menjadi penting untuk mengelola tata kelola yang baik. Sebab dengan sistem IT, permintaan kredit bodong dapat ditolak secara otomatis.
“Jadi mungkin pemanfaatan teknologi IT di BPR itu juga menjadi penting untuk paling tidak agar tata kelolanya baik,” pungkas Ary.
Disebutkan, kerap kali, fraud dilakukan antara calon debitur bekerja sama dengan direksi yang mempunyai kewenangan memberikan kredit. Lantas, calon debitur itu dengan mudah menerima kredit tanpa melalui assessment atau penilaian.
Kemudian terjadi kickback kredit atau pembayaran ilegal kepada pejabat bank tersebut.
“Dan yang lebih parah lagi kredit fiktif. Benar-benar projeknya tidak ada dan di-create dan itu biasanya dilakukan berjamaah. Mulai dari direksi pegawai maupun bagian komite investasi,” terang Ary.
Selain, ada juga modus kredit “topengan” di mana para pemegang saham atau pengurus bank menggunakan KTP-nya untuk membuat kredit fiktif.
Modus ketiga, mengambil dana simpanan tanpa sepengetahuan memiliki.
“Jadi deposan sudah masukin duit ke bank tapi dibuat selip penarikan tanpa sepengetahuan digunakan. Nah itu bisa terjadi ya karena tadi barangkali semuanya dilakukan secara manual dan tidak ada pengawasan,” jelas Ary.
Daftar BPR yang tutup sepanjang 2024-2025:
- BPR Sembilan Mutiara
- BPR Bali Artha Anugrah
- BPRS Saka Dana Mulia
- BPR Dananta
- BPR Bank Jepara Artha
- BPR Wijaya Kusuma
- BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
- BPR Usaha Madani Karya Mulia
- BPR Pasar Bhakti Sidoarjo
- BPR Purworejo
- BPR EDC Cash
- BPR Aceh Utara
- BPR Lubuk Raya Mandiri
- BPR Sumber Artha Waru Agung
- BPR Nature Primadana Capital
- BPRS Kota Juang (Perseroda)
- BPR Duta Niaga
- BPR Pakan Rabaa
- BPR Kencana
- BPR Arfak Indonesia.(*)