TANJUNGPINANG – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau kembali menghentikan penuntutan dua perkara tindak pidana di Kabupaten Kepulauan Anambas melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
Penghentian penuntutan ini diumumkan Wakil Kepala Kejati Kepri, Irene Putrie bersama Kajari Kepulauan Anambas, Budhi Purwanto dalam ekspose virtual yang dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Senin, 29 September 2025.

Dua perkara yang diselesaikan melalui RJ adalah kasus kekerasan terhadap anak dengan tersangka Roni Ardianza Lasut alias Roni Lasut dan Hazman S.Ip alias Nanda, serta kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka Yulizar alias Botak Bin Demokrasi.
Kedua tersangka Roni dan Hazman didakwa melanggar Pasal 80 ayat (1) jo ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka memukul seorang anak berusia 13 tahun, M. Davi Alzani, di Desa Tarempa Timur, Kecamatan Siantan.
Sementara Yulizar didakwa melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, karena memukul anak kandungnya yang masih berusia 13 tahun di warung kopi kawasan Pelabuhan Batu Lanting, Tarempa Timur.
Kejagung RI menyetujui penghentian penuntutan kedua kasus tersebut setelah dinilai memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, serta Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.
Pertimbangan penghentian penuntutan antara lain adanya perdamaian antara korban dan tersangka, tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana di bawah lima tahun, tidak ada kerugian materiil, serta tersangka mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Selain itu, masyarakat setempat merespons positif penghentian penuntutan berbasis keadilan restoratif. Pertimbangan sosiologis menjadi salah satu alasan agar hubungan sosial tetap terjaga.
Kajari Kepulauan Anambas akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan RJ sebagai wujud kepastian dan kemanfaatan hukum.
“Keadilan restoratif bukan berarti memberi ruang bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya. Mekanisme ini bertujuan menjaga keseimbangan perlindungan korban, kepentingan pelaku, serta harmoni masyarakat,” jelas Kejati Kepri dalam keterangan tertulis.
Kejati Kepri menegaskan akan terus mengedepankan penyelesaian perkara dengan RJ yang menitikberatkan pemulihan keadaan semula. Upaya ini juga selaras dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan demi terciptanya rasa keadilan di masyarakat.