Kamis, 25 Desember 2025
No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Nasional
  • Eksklusif
  • Feature
  • Kriminal
  • Politik
  • Sejarah
  • Olahraga
  • Entertainment
  • Opini
Warga Kampung Tua Rempang Cate, Pulau Rempang, Batam, Nur Suarni (65) saat berada di depan kantor Polresta Barelang. (Foto: Putra Gema Pamungkas).

Lansia di Pulau Rempang Diduga Dipersekusi dan Disekap saat Penertiban oleh Petugas BP Batam

10 Juli 2025
hms hms
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsApp

BATAM – Nur Suarni (65) tidak menyangka kunjungannya ke rumah sang adik, Rosmawati (54) berujung pada pengalaman yang ia sebut sebagai perlakuan tak manusiawi. Ia mengaku mendapatkan tindakan persekusi dan penyekapan dari petugas Direktorat Pengamanan (Ditpam) Badan Pengusahaan (BP) Batam saat penggusuran rumah adiknya di Tanjung Banun, Pulau Rempang, Kota Batam, Selasa, 8 Juli 2025 lalu.

“Saat di rumah adik saya, saya dipiting, diangkat kayak binatang dan dilempar ke dalam mobil sama Ditpam BP Batam, lalu saya dikunci di dalam mobil,” kata Nur Suarni, ketika ditemui di depan Polresta Barelang, Kamis, 10 Juli 2025.

Rosmawati, adik Nur Suarni adalah warga terakhir yang masih bertahan di kawasan Tanjung Banon, tepat di tengah zona pembangunan rumah relokasi untuk warga yang menerima Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Ia menolak relokasi karena nilai ganti rugi yang dinilai tidak masuk akal.

Kronologi Menurut Nur Suarni

Nur menjelaskan, peristiwa tersebut bermula pada, Senin, 7 Juli 2025 malam. Ia datang ke rumah Rosmawati untuk mengambil uang kiriman dari anaknya di Medan. Karena hari telah larut, ia memutuskan bermalam di sana.

Berita Lain

Dorong Kebijakan Subtitusi LPG 3kg, BP Batam Dukung Kebijakan Jargas di Kota Batam

Wakil Kepala BP Batam Raih Penghargaan Perempuan Inspiratif dan Wonder Mom Awards 2025

‎Tanggapan PN Batam Soal Hakim HS Yang Dipecat Tidak Hormat Atas Kasus Perselingkuhan

BP Batam Serahkan Santunan Secara Penuh Nilai Rumah Warga di Tanjung Banun

Pagi harinya, Selasa, 8 Juli, sekitar Pukul 07.30 WIB, suasana mendadak berubah. Ratusan personel gabungan mulai mengepung rumah Rosmawati. Nur yang penasaran keluar dari rumah, baru menyadari bahwa pagi itu adalah hari eksekusi penggusuran rumah adiknya.

Ketika hendak masuk kembali untuk mengambil jaket dan helm, puluhan petugas perempuan dari Ditpam BP Batam menghalanginya. Ia tidak diizinkan masuk.

“Saya mau masuk ke rumah, mau ambil jaket dan helm saya, tapi mereka tidak izinkan saya masuk. Tidak lama itu, saya langsung diseret, dipiting, diangkat kayak binatang dan dilempar ke dalam mobil,” ujarnya.

Menurut Nur, di dalam mobil itu terdapat tiga petugas perempuan dan dua laki-laki dari Ditpam. Ia mengaku ketakutan, terlebih karena memiliki riwayat penyakit jantung.

“Waktu itu mobil langsung jalan, mereka bawa mobil ngebut kali. Saya ketakutan dan karena itu perut saya sakit. Saya minta berhenti tapi mereka tidak izinkan dan suruh saya untuk buang air besar di dalam mobil,” tuturnya.

Dalam kondisi terdesak, Nur akhirnya terpaksa buang air besar di dalam mobil tersebut. Tak lama setelah itu, ia dipaksa turun oleh petugas dan ditinggalkan di pinggir jalan, di kawasan Sungai Raya, Pulau Rempang.

“Tidak lama ada satu mobil datang dan ada adik saya di dalam mobil bersama anaknya. Adik saya langsung membersihkan saya dan mengajak saya masuk ke dalam mobil,” katanya.

Namun, kejadian berikutnya kembali membuat Nur, Rosmawati, dan anak Rosmawati merasa ketakutan. Ketika Nur meminta diturunkan di simpang Rempang Cate, dekat daerah rumahnya, sopir mobil yang diduga petugas Ditpam justru menginjak gas lebih dalam.

“Waktu sudah dekat di simpang Rempang Gate, saya minta mobil berhenti, tapi yang bawa mobil malah ngebut sekali dan ugal-ugalan. Saya sempat teriak dan tarik kerah baju pengemudi mobil, tapi nggak digubris,” tegasnya. “Biar kita mati sama-sama,” kata Nur menirukan teriakan sopir saat itu.

Mobil terus melaju ke kawasan Tembesi, Batam, lokasi rumah relokasi sementara yang disediakan BP Batam. Sesampainya di sana, Nur dan keluarganya diberikan kunci rumah dan ditinggalkan begitu saja oleh petugas.

Atas kejadian tersebut, Nur mengalami lebam disekujur tubuhnya. Selain itu, ia merasa tulang bagian belakangnya sangat sakit, namun belum mengetahui penyebabnya karena belum melakukan visum.

Penuturan Rosmawati: pemilik rumah terakhir yang bertahan

Rosmawati mengungkapkan, dirinya adalah warga terakhir yang bertahan di Tanjung Banun karena menolak relokasi, dengan alasan nilai ganti rugi yang dianggap tidak sesuai.

“Dari awal saya diberikan Surat Peringatan (SP) 1 sampai 3, saya tetap menyatakan menolak untuk menerima di relokasi. Alasannya gara-gara nilai ganti yang tidak sesuai, jauh dari yang diharapkan,” kata Rosmawati.

Sehari sebelum eksekusi, petugas Ditpam BP Batam sudah memberi tahu soal rencana penggusuran, namun ia tetap bersikeras menolak.

“Kakak saya datang pada malam harinya, mau ambil uang kiriman dari anaknya. Tapi karena kemalaman, dia nginap di rumah saya,” ucapnya.

Pagi harinya, Rosmawati bangun lebih awal, sekitar Pukul 05.30 WIB dan melihat Tim Terpadu dari BP Batam, Pemko Batam, TNI, dan Polri mulai berkumpul tidak jauh dari rumahnya.

“Jam 7.30, mereka ramai sekali mulai datang ke rumah, lalu meminta saya keluar dari rumah. Yang bicara sama saya namanya Ibu Gendus, Ditpam BP Batam. Saya memohon belas kasih agar proses eksekusi jangan dilakukan, karena proses uang ganti juga belum disepakati,” tegasnya.

Proses penertiban yang dilakukan oleh Tim Terpadu pada, Selasa, 8 Juli 2025. (Foto: Istimewa)

Namun, petugas tetap memaksa masuk rumah. Saat itu, anak Rosmawati dan barang-barang berharganya masih di dalam rumah.

Di sisi lain, ia melihat kakaknya mulai dikelilingi petugas perempuan. “Saat itu kakak saya marah dan mengucap kalimat Tauhid, ‘La ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah’,” kata Rosmawati.

Tindakan tersebut, menurut Rosmawati, justru memicu reaksi lebih keras dari petugas Ditpam. Nur dipiting dan diangkat oleh para petugas perempuan lalu dimasukkan ke dalam mobil.

“Saya lihat sendiri ketika kakak saya dipiting, diseret, dan diangkat kayak binatang dan dimasukkan ke dalam mobil. Lalu saya fokus mengajak anak saya keluar dari rumah karena saya sudah mendengar suara alat berat,” ucapnya.

Setelah keluar membawa anak dan barang-barang, ia juga dimasukkan ke mobil lain bersama anaknya. Mobil itu sempat berhenti di simpang Sungai Raya.

“Saat itu saya lihat kakak saya sudah tergeletak di pinggir jalan dan ada bau kotoran. Rupanya dia tidak diizinkan buang air besar dan dipaksa untuk buang air besar di dalam mobil, lalu dibuang di pinggir jalan, sakit hati saya melihat itu,” lanjut Rosmawati.

Ia pun membersihkan kakaknya, lalu mengajak masuk ke mobil. Ketika Nur meminta berhenti di simpang Rempang Cate, sopir menolak dan malah melaju kencang. Ketiganya merasa sangat ketakutan.

Setibanya di rumah relokasi di Tembesi, mereka hanya menerima kunci rumah. Petugas yang mengantar langsung pergi.

“Saya sakit hati mendengar cerita kakak saya diperlakukan seperti itu. BP Batam telah memperlakukan kami seperti binatang. Bahkan binatang lebih diperhatikan daripada kami,” tegas Rosmawati. Ia menegaskan akan menuntut hak-haknya dan kembali ke Tanjung Banun dalam waktu dekat.

BP Batam: kami lakukan upaya pendekatan persuasif dan humanis

Sehari pasca penertiban itu, upaya konfirmasi dilakukan kepasa Kepala Biro Umum BP Batam, Muhammad Taufan. Iamenyatakan bahwa penertiban dilakukan sesuai prosedur karena bangunan tersebut berada di dalam kawasan Rempang Eco City Tanjung Banun.

“Sebanyak 600 personel dari TNI, Polri, Ditpam, Satpol PP, dan Kejari Batam terlibat dalam kegiatan tersebut,” kata Taufan, Rabu, 9 Juli 2025.

Ia menjelaskan bahwa pendekatan persuasif dan humanis telah dilakukan terhadap warga yang bersangkutan. Namun karena tetap menolak, tim melanjutkan proses penertiban.

“Upaya pendekatan persuasif dan humanis sebelumnya juga telah dilaksanakan tim kepada warga yang bersangkutan. Namun, dikarenakan yang bersangkutan tetap menolak, maka dilaksanakan upaya penertiban,” ujarnya.

Taufan menambahkan, penertiban ini diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan infrastruktur dan realisasi investasi di kawasan tersebut.

Rumah milik Rosmawati yang berlokasi di kawasan Tanjung Banon, Pulau Rempang telah di hancurkan oleh alat berat (Foto: Putra Gema Pamungkas).

“Mengingat, di lokasi tersebut saat ini sedang dalam proses pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur dasar oleh Kementerian PU. Selanjutnya akan dilaksanakan pembangunan rumah oleh Kementerian Transmigrasi, rencananya akan dimulai awal Agustus 2025,” katanya.

Upaya konfirmasi kembali dilakukan kepada Taufan pada, Kamis, 10 Juli 2025 terkait dugaan persekusi dan penyekapan oleh petugas Ditpam BP Batam, namun belum mendapat tanggapan.

Konfirmasi juga diajukan kepada Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad. Hingga berita ini diturunkan, Amsakar belum memberikan pernyataan. (Putra/Kontributor HMS)

Berita Lain

Kepala BP Batam, Amsakar Achmad. (Foto: Humas BP).

Dorong Kebijakan Subtitusi LPG 3kg, BP Batam Dukung Kebijakan Jargas di Kota Batam

24 Desember 2025
Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra dapat penghargaan dari Meto TV. (Foto: Humas BP).

Wakil Kepala BP Batam Raih Penghargaan Perempuan Inspiratif dan Wonder Mom Awards 2025

23 Desember 2025

IKLAN

Kalau Anda wartawan, tulislah sesuatu yang bernilai untuk dibaca. Kalau Anda bukan wartawan, kerjakanlah sesuatu yang bernilai untuk ditulis.

  • Tentang HMS
  • Redaksi
  • Perusahaan
  • Alamat
  • Pedoman

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS

No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Sumatra Utara
  • Feature
  • Eksklusif
  • Lowongan Wartawan
  • Kode Perilaku HMS

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS