BATAM – Di tengah maraknya alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman dan bisnis di Batam, Kepulauan Riau, hutan mangrove seluas sekitar 600 hektare di Tanjung Piayu masih bertahan. Kawasan ini berada dalam wilayah Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dan menjadi salah satu titik penting pelestarian ekosistem pesisir yang tersisa di kota industri ini.
Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dyah Murtiningsih, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove sebagai benteng alami terhadap dampak perubahan iklim.
“Kita harus memiliki tujuan yang sama dalam mempertahankan mangrove, sehingga ke depan kita akan melihat kawasan-kawasan seperti ini (Hutan Lindung Tanjung Piayu) kembali asri. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab kita bersama,” ujarnya usai menanam mangrove bersama 12 anggota Komisi IV DPR RI di Batam, Jumat, 20 Juni 2025.

Sebagai pulau kecil dengan luas sekitar 715 kilometer persegi, Batam sangat rentan terhadap dampak krisis iklim seperti kenaikan muka air laut. Oleh karena itu, pelestarian mangrove tidak hanya penting secara ekologis, tetapi juga strategis untuk keselamatan wilayah pesisir.
Kondisi ini juga mendapat perhatian dari Komisi IV DPR RI. Dalam kunjungan kerjanya, Wakil Ketua Komisi IV Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan apresiasinya kepada para pegiat lingkungan. Ia menyatakan bahwa langkah-langkah nyata di lapangan seperti yang dilakukan di Hutan Lindung Tanjung Piayu harus terus didorong.
“Kami berharap areal mangrove yang masih terbuka bisa segera kita tanami. Memang mungkin butuh waktu bertahun-tahun, tapi jika kita terus kita tanam dan jaga, InsyaAllah akan tertutup semua,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera asal Jawa Tengah itu.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) 2024, terdapat 12.605 hektare kawasan mangrove yang berada di Kota Batam, dari total 45.163 hektare kawasan mangrove di Kepulauan Riau.
Sejak 2020 hingga 2024, pemerintah telah merehabilitasi sekitar 4.556 hektare kawasan mangrove di Kepulauan Riau melalui berbagai program, seperti Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Mangrove, Padat Karya Penanaman (PKP) Mangrove, Padat Karya Percepatan Rehabilitasi (PKPR) Mangrove, dan Percepatan Rehabilitasi (PR) Mangrove. Program-program ini didanai oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Kawasan Hutan Lindung Tanjung Piayu menjadi contoh kawasan rehabilitasi mangrove yang berjalan melalui kolaborasi antara pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). LSM Akar Bhumi Indonesia yang menjadi penggerak utama program rehabilitasi di kawasan tersebut juga membangun pusat pembibitan mangrove yang melibatkan warga setempat.