BATAM – Tragedi kembali menyelimuti kawasan industri galangan kapal di Batam. PT ASL Shipyard Tanjung Uncang dilaporkan mengalami insiden kebakaran dan ledakan hebat pada salah satu tangki kapal yang sedang dalam proses peralihan fungsi sebagai penampungan muatan lepas pantai. Peristiwa ini terjadi pada waktu dini hari dan menelan korban jiwa dalam jumlah yang mengejutkan.
Menurut informasi yang diperoleh HMS dari salah satu sumber di lokasi, ini merupakan kedua kalinya terjadi ledakan pada kapal serupa di dalam tangki. Ledakan pertama terjadi pada bulan Juni dengan korban meninggal empat orang. Hingga kejadian subuh ini, sedikitnya dua belas orang pekerja dilaporkan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan, sementara beberapa lainnya mengalami luka bakar serius dan kini dirawat intensif di rumah sakit setempat.
Keterangan sementara yang dihimpun menyebutkan bahwa ledakan berasal dari salah satu tangki muatan yang sedang melakukan proses rekonstruksi, namun penyebab pastinya masih dalam penyelidikan.
Sorotan terhadap Pengawasan dan Keselamatan Kerja
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan keselamatan kerja serta komitmen perusahaan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
ASL Shipyard dikenal sebagai salah satu galangan kapal terbesar di Batam, dengan kapasitas produksi dan perawatan kapal yang mencapai jumlah besar setiap tahunnya. Dengan reputasi sebesar itu, seharusnya penerapan SOP keselamatan menjadi prioritas mutlak yang tidak dapat ditawar.
Pemerintah, melalui instansi terkait baik Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan, maupun Dinas Tenaga Kerja Kota Batam perlu segera mengambil tindakan tegas. Penutupan sementara aktivitas operasional perusahaan perlu dipertimbangkan sampai penyebab pasti insiden terungkap dan audit keselamatan kerja selesai dilakukan.
Tanggung Jawab Moral dan Hukum
Keselamatan pekerja bukanlah sekadar kewajiban administratif, melainkan bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dalam konteks hukum, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 mengatur secara tegas tanggung jawab pengusaha dalam memastikan lingkungan kerja yang aman.
BACA JUGA : Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kecelakaan Kerja Maut di PT ASL Shipyard Batam
Kecelakaan berulang menunjukkan adanya celah serius dalam pengawasan dan implementasi sistem keselamatan. Pemerintah dan aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, harus memastikan bahwa setiap kejadian serupa diusut secara transparan dan tuntas. Jika terbukti adanya kelalaian, sanksi pidana dan administratif harus diberlakukan tanpa kompromi.
Refleksi: Tidak Ada Lagi Toleransi atas Kelalaian
Kematian para pekerja ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi seluruh pelaku industri galangan kapal. Tidak boleh lagi ada nyawa yang hilang karena kelalaian atau lemahnya pengawasan. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelanggaran prosedur keselamatan. Dan tidak boleh ada alasan untuk menunda perbaikan sistem yang jelas-jelas menyangkut nyawa manusia.
Tragedi di ASL Shipyard bukan sekadar berita duka, tetapi cermin dari rapuhnya komitmen terhadap keselamatan kerja di sektor strategis nasional. Sudah saatnya semua pihak pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja berdiri bersama dalam memperjuangkan budaya keselamatan yang berkeadilan.
Duka ini tidak boleh berlalu tanpa perubahan. Kecelakaan di ASL Shipyard harus menjadi titik balik untuk memperbaiki tata kelola keselamatan kerja secara menyeluruh. Kesejahteraan dan keselamatan pekerja adalah pilar utama industri bukan sekadar angka statistik yang dapat diabaikan.