JAKARTA – Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) menyebut jumlah korban dalam peristiwa runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Kabupaten Sidoarjo, mencapai 79 orang dan seorang tewas pada Senin, 29 September 2025 malam.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Jules Abraham Abast menjelaskan, jumlah 79 korban luka tersebut berdasarkan pendataan di RS Siti Hajar Sidoarjo dan RSUD R.T. Notopuro, Sidoarjo dua rumah sakit yang merawat para korban.
Rinciannya, korban di RSUD Notopuro 34 orang dan di RS Siti Hajar mencapai 45 orang, dengan satu orang meninggal dunia.
Jules mengatakan, satu korban meninggal dunia di RS Siti Hajar itu, sudah dalam proses pemulangan ke kediaman keluarga.
“Kami juga bersama stakeholder terus melalukan komunikasi dengan pihak-pihak terkait termasuk ponpes untuk mengetahui berapa pastinya jumlah korban,” jelasnya.
“Kita berharap kalau pun masih ada korban di reruntuhan dapat segera kita evakuasi dan kita berikan pertolongan secepatnya yang bersangkutan dapat kita obati,” sambungnya.
Dirikan Posko
Selain itu, Kombes Pol. Jules juga mengatakan bahwa di sekitar TKP terdapat posko gabungan dan posko kesehatan untuk menerima pihak wali santri apabila mengalami kelelahan atau sakit saat ikut mencari para korban.
“Perlu saya informasikan bahwa saat ini sudah ada posko gabungan yang bertempat tidak jauh dengan Ponpes Al Khoziny ini sendiri dan juga posko kesehatan untuk hisa melakukan pemeriksaan dan pengecekan apabila ada keluarganya (para santri) yang mengalami sakit ataupun ditemukan korban perlu perawatan posko medis tersebut,” tuturnya.
Pantauan suarasurabaya.net, saat ini proses evakuasi masih terus berlangsung, Tim SAR menghindari penggunaan alat berat karena kondisi kemiringan bangunan berpotensi menimbulkan reruntuhan susulan.
Petugas memilih menggunakan peralatan manual dengan bantuan dua sorot lampu untuk mencari keberadaan korban yang masih terjebak.
Pengecoran Akhir
Dilansir cnnindonesia.com, Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Abdus Salam Mujib menyatakan, bangunan yang ambruk itu dalam tahap pengecoran akhir di bagian atas atau dek.
“Sepertinya penopang cor itu tidak kuat. Jadi seperti menopang ke bawah,” kata Salam, Senin, 29 September 2025.
“Ini pengecoran yang terakhir saja, itu jebol. Ya, hanya itu. (Proses pembangunan) sudah lama, sudah sembilan bulan. Kurang lebih sembilan sampai 10 bulan,” tuturnya.
“Mungkin sudah selesai atau bagaimana enggak tahu. Soalnya ngecor mulai dari pagi. Saya kira ngecornya mungkin hanya empat sampai lima jam selesai. Mungkin jam 12 sudah selesai.”
Penjelasan serupa disampaikan salah seorang santri yang selamat bernama Muhammad Rijalul Qoib (13 tahun). Proses cor itu dilakukan di lantai empat atau atap.
Santri asal Sampang, Madura, Jawa Timur itu mengatakan, bangunan musala asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny, Desa Buduran itu masih dalam proses pengerjaan. Gedung tersebut rencananya terdiri dari tiga lantai.
Musibah itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB. Proses cor itu dilakukan di lantai empat atau atap.
“Awalnya ada yang (bunyi) krek bocor mau ngecor paling atas nah terus itu langsung full tidak diisi setengah jadi bahan-bahan di bawahnya tidak kuat,” katanya Senin, 29 September 2025.
Menurutnya, meski masih dibangun, gedung untuk musala ini sudah difungsikan dalam kegiatan santri, seperti salat berjamaah, dan mengaji. Saat kejadian ada banyak santri yang sedang shalat.
“Dengar suara seperti material jatuh retak-retak tambah lama tambah keras akhirnya [marerial] jatuh di atas, lantai lain juga jatuh,” ucapnya menceritakan proses awal bangunan runtuh. (*)