Jumat, 12 September 2025
No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Nasional
  • Eksklusif
  • Feature
  • Kriminal
  • Politik
  • Sejarah
  • Olahraga
  • Entertainment
  • Opini
Markas WTO – World Trade Organization di Jenewa. (Foto: Ist./ AFP).

WTO Menangkan Indonesia Dalam Kasus Sengketa Dagang Biodisel Dengan UE

29 Agustus 2025
H. Achmad Ristanto H. Achmad Ristanto
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsApp

JAKARTA – Organisas Perdagangan Dunia (WTO – The World Trade Organization) resmi memenangkan Indonesia dalam kasus sengketa dagang biodiesel dengan Uni Eropa (UE) yang berlangsung sejak 2023.

Pemantik sengketa adalah penerapan bea masuk imbalan alias countervailing duty (CVD) sebesar 8-18 persen terhadap produk biodiesel Indonesia. UE melayangkan tiga tuduhan, sehingga dengan sengaja menerapkan bea masuk tersebut sejak 2019.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Djatmiko Bris Witjaksono menegaskan tiga tuduhan UE pada akhirnya tak terbukti. Oleh karena itu, WTO memutuskan untuk ‘menghukum’ Uni Eropa.

“Tindak lanjut atau implikasinya (kemenangan Indonesia di WTO) adalah bahwa Uni Eropa (UE) wajib melakukan penyesuaian. Bentuk penyesuaiannya, yaitu mencabut instrumen countervailing duty (bea masuk imbalan) yang dikenakan atas produk biodiesel asal Indonesia,” ungkap Djatmiko dalam Media Briefing di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Agustus 2025 dilansir cnnindonesia.com.

Berita Lain

Bupati Bogor Ungkap Rencana Hadirkan Kereta Gantung Wisata Puncak

Kesaksian Satpam Dapat Titipan Tas Hakim Terdakwa Kasus Suap

P-APBD 2025 Resmi Jadi Perda, Bupati Samosir Apresiasi Dukungan 5 Fraksi DPRD

KEK Kendal Jadi Pusat Industri Baterai Kendaraan Listrik Dunia

Dikatakan, Eropa menuduh Indonesia melakukan subsidi ilegal yang menimbulkan ancaman kerugian materiil terhadap industri biodiesel UE. Ia kemudian merinci tiga tuduhan Uni Eropa yang tidak terbukti kebenarannya itu dalam sengketa di WTO.

Pertama, UE menuduh ada distribusi dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kepada produsen biodiesel dalam negeri.

Djatmiko menegaskan, WTO menganggap dana BPDP yang bersumber dari bea keluar dan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) tidak dapat dikategorikan sebagai subsidi.

Kedua, Uni Eropa menuduh kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor CPO yang diberlakukan Indonesia membuat harga bahan baku biodiesel menjadi rendah. WTO menegaskan Indonesia tak terbukti memberikan arahan khusus kepada pelaku usaha untuk menjual bahan baku biodiesel alias CPO di bawah harga wajar.

Ketiga, UE menyoroti skema lelang CPO oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Mereka menuduh skema tersebut mendistorsi harga, sehingga produsen dikondisikan menjual murah CPO kepada produsen biodiesel.

Pandangan Panel

“Panel berpandangan bahwa Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi ilegal, itu satu. Kedua, kegiatan eksportasi biodiesel Indonesia ke pasar Uni Eropa itu tidak menimbulkan ancaman kerugian materiil bagi industri biodiesel di Uni Eropa,” jelasnya.

“Panel (WTO) juga sampai pada kesimpulan bahwa UE tidak bisa membuktikan adanya keterkaitan antara impor biodiesel dari Indonesia dengan adanya ancaman kerugian materiil yang dialami oleh produsen biodiesel mereka. Intinya, UE tidak bisa meyakinkan sekaligus membuktikan bahwa ada hubungan sebab dan akibat,” imbuh Djatmiko.

Kendati menang, Indonesia belum bisa berpuas diri. Kementerian Perdagangan mengatakan Uni Eropa punya hak untuk membawa kasus sengketa tersebut ke tingkat banding. Djatmiko menyebut ada dua opsi banding yang bisa dipilih Uni Eropa, andai benar-benar tak ingin menerima keputusan WTO.

Pertama, membawa sengketa tersebut ke Badan Banding WTO. Kedua, Indonesia dan Uni Eropa harus bersepakat untuk menempuh banding melalui Badan Ad-Hoc.

“Indonesia dengan Uni Eropa punya waktu maksimal sampai 60 hari untuk mempertimbangkan sekaligus memutuskan apakah akan menerima/mengadopsi (putusan Panel WTO) atau ingin menempuh langkah banding,” bebernya.

“Kalau bisa diterima oleh para pihak apapun keputusannya, maka diadopsi (putusan WTO) dan bersifat inkrah. Tapi kalau ada para pihak yang belum puas, dia punya hak untuk mengajukan banding. Harapannya Pemerintah Indonesia, bahwa Indonesia dan UE bisa menerima putusan panel ini,” tandas Djatmiko. (*)

Berita Lain

Kesaksian Satpam Dapat Titipan Tas Hakim Terdakwa Kasus Suap

11 September 2025

IKLAN

Kalau Anda wartawan, tulislah sesuatu yang bernilai untuk dibaca. Kalau Anda bukan wartawan, kerjakanlah sesuatu yang bernilai untuk ditulis.

  • Tentang HMS
  • Redaksi
  • Perusahaan
  • Alamat
  • Pedoman

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS

No Result
View All Result
  • Batam
  • Kepri
  • Sumatra Utara
  • Feature
  • Eksklusif
  • Lowongan Wartawan
  • Kode Perilaku HMS

© 2020 HMStimes.com - Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman HMS