Sudah satu bulan lebih masalah penyimpangan prosedur operasional standar (SOP) apartemen Queen Victoria Imperium di Kota Batam berlangsung, tetapi belum juga tertangani secara baik dan transparan. Soal apartemen Queen Victoria Imperium yang beralih fungsi hotel boleh jadi pukulan besar bagi Peraturan Wali Kota Batam Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengawasan dan Pembinaan Usaha Kepariwisataan.
Sanksi yang diberikan kepada Imperium masih setakat teguran dan hanya sekadar menugasi tim dari dinas yang bersangkutan. Meskipun Imperium telah beroperasi selama belasan tahun tanpa SOP yang benar, dinas terkait belum memberikan penalti pascapenyimpangan di Imperium.
Patut dipertanyakan ketika Iteng, seorang penanam modal di Batam, dengan percaya diri berkata, “Saya tidak takut. Bila perlu, panggil, panggil dinas-dinas. Sekalian wali kota, undang, undang bila perlu,” saat pertama kali HMStimes.com mengonfirmasinya.
PT Sinar Geliga Bestari (PT SGB) adalah pengelola Imperium. Iteng bertindak sebagai direktur utamanya, sedangkan Pikko Group adalah penyedia Imperium, serta Iteng adalah salah satu pemilik saham di Pikko Group.
Berinvestasi di Kota Batam tanpa SOP tampaknya bukan masalah serius di mata Iteng. “Justru saya membantu pemerintah, tidak mem-PHK-kan orang, selalu membayar pajak,” kata Iteng kepada HMS di kantornya yang beralamat di Ruko The Capital Superblok Imperium Blok B Nomor 51/52, Taman Baloi, Batam, beberapa waktu lalu.
Satu ketika pada malam hari, Iteng menyuruh stafnya, Dewi, menemui HMStimes.com dengan membawa setumpuk foto-foto dalam album. Dewi, HRD Imperium, menjelaskan, “Bu, saya hanya disuruh Pak Iteng menunjukkan foto-foto dalam album ini sama Ibu.” Album itu berisikan serangkaian kegiatan sosial yang pernah dilakukan Imperium, seperti bazar murah dan pembukaan jalan untuk mempermudah akses keluar masuk masyarakat di sekitar Imperium. Iteng berusaha menunjukkan foto-foto itu kepada HMStimes.com untuk memperlihatkan bahwa Imperium telah berbuat sosial kepada masyarakat.
Meski beberapa instansi sudah turun ke Imperium, seperti Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri dan BPJS Kota Batam, hal itu tidak membuat Iteng menciut. Masih saja ia melanjutkan investasinya dengan prosedur yang sarat penyimpangan itu. Kesiapannya untuk bersemuka dengan dinas berwenang telah digaungkannya ketika HMS melakukan konfirmasi melalui pesan WhatsApp. “Saya sudah terbiasa dengan media. Mau ditulis positif, oke. Ditulis negatif juga oke,” katanya.
Soal penyimpangan yang membelit Imperium, Komisi I DPRD Kota Batam, yang membidangi hukum dan pemerintahan, pun ikut bicara. Melalui suratnya, Komisi I akhirnya melayangkan surat undangan ke sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), di antaranya Kepala Dinas DPMPTSP, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Batam, Kepala Dinas Kebakaran Kota Batam, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Direktorat Pengelolaan Lahan BP Batam, Camat Batam Kota, Lurah Baloi Permai, dan Pimpinan PT SGB pada tanggal 1 Juli 2020.
“Iya betul, kantor lurah menerima surat undangan RDP untuk membahas Imperium,” kata Abdul Rasyid, Lurah Taman Baloi, 23 Juli 2020. Namun, ia tidak bisa mengikuti RDP karena ia sedang mengikuti kegiatan kelurahan untuk pembagian sembako. Akan tetapi, ia memastikan pihak kelurahan datang melalui perwakilannya untuk menghadiri rapat dengar pendapat.
Komisi I mengundang instansi–instansi tersebut ke ruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam guna membahas masalah izin Imperium dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Di undangan tersebut Komisi I mengingatkan agar rapat dengar pendapat umum tidak diwakilkan. Sayangnya, di RDP pertama itu pihak pengelola Imperium tidak hadir.
Kepada HMStimes.com, Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardianto, mengatakan pimpinan PT SGB sedang berada di Jakarta dan meminta RDP dijadwalkan kembali. Kendati manajemen Imperium tidak bisa menghadiri, RDP tetap berjalan. Ketua dan anggota Komisi I, kata Budi Mardianto, sempat menunjukkan rasa tidak puas atas kinerja sejumlah instansi tersebut. Pasalnya, bangunan sebesar Imperium luput dari pengawasan dan perhatian para pejabat instansi itu dalam kurun waktu yang cukup lama.
Sementara itu, tentang analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), Komisi I sudah melakukan pengecekan, dan Budi Mardianto berkata, amdalnya ada. Namun, menurutnya, DPMPTSP belum bisa menunjukkan izin mendirikan bangunan (IMB) Imperium kepada Komisi I secara sistematis. Sebab, sebelum tahun 2014, sistem perizinan masih menggunakan cara manual. DPMPTSP baru berdiri pada tahun 2014, sedangkan bangunan Imperium sudah ada sejak tahun 2002.
Untuk memastikan data-data perizinan PT SGB, Komisi I memberikan waktu kepada DPMPTSP untuk melihat dan memeriksa kembali dokumen perizinan Imperium secara teliti. “Jika sampai Sabtu ini tidak ada, Senin kita akan ke sana tanyakan langsung. Kalau memang terbukti tidak ada, kita akan sidak,” kata Budi Mardianto, 1 Juli 2020.
Sebelumnya, di tempat terpisah, Tedy Nuh, Kepala Bidang IMB DPMPTSP Batam, mengatakan instansi perizinan itu tidak menemukan IMB atas nama PT Sinar Geliga Bestari. “Imperium sudah kita cek di komputer kami. Kami tidak menemukan IMB-nya atas nama Queen Victoria dan hotel ataupun atas nama Sinar Geliga Bestari,” kata Tedy Nuh, 1 Juli 2020.
Menurut Budi Mardianto, yang menjadi pertanyaan Komisi I pada saat RPD adalah tentang masukan data manual tahun 2002 yang tidak secara otomatis masuk ke sistem 2014. “Jadi, kita berikan waktu dulu kepada PTSP,” katanya. Lantaran menyangkut kontribusi ke Kota Batam, masalah IMB Imperium, kata dia, menjadi perhatian serius Komisi I. Apabila IMB tersebut benar-benar tidak ada, Komisi I akan melakukan peninjauan langsung ke lokasi Imperium.
Hari yang ditentukan Komisi I untuk DPMPTSP pun tiba. Pada 20 Juli 2020 HMStimes.com kembali menanyakan perihal data-data perizinan Imperium apakah DPMPTSP sudah bisa menunjukkan data-data manual perizinan Imperium. Budi Mardianto mengatakan, DPMPTSP meminta pertambahan waktu untuk mencarinya. “Belum. PTSP meminta waktunya diperpanjang,” kata Budi.
Menanggapi masalah pajak, nama perusahaan yang tidak terdaftar di DPMPTSP, serta masalah IMB, Mulia Rindo Purba, anggota Komisi II DPRD Kota Batam, yang membidangi ekonomi, keuangan, dan industri, mengatakan perubahan peruntukan apartemen menjadi hotel itu tidak menjadi masalah sepanjang mengikuti prosedur perizinan hotel. Namun, ketika pembangunan bertingkat tinggi seperti Imperium tidak memiliki IMB, ia berkata, semua izin Imperium harus diusut tuntas karena hal itu berpotensi menjadi pidana. “Kalau tidak ada perizinannya, harus minta disegel itu. Bisa dipanggil perusahaan itu,” kata Mulia Rindo Purba kepada HMS, 20 Juli 2020.
Ridwan Nur Salatsa, Kasi Perizinan DPMPTSP, berharap di RDP kedua yang akan dijadwalkan, Komisi I bisa menghadirkan manajemen Imperium, PT SGB, agar titik terang persoalannya diketahui. “Kita berharap PT SGB-nya ada di RDP kedua biar tak searah komunikasinya,” katanya kepada HMS, 22 Juli 2020.