Asosiasi Pengusaha Seluler Indonesia (APSI) meminta pemerintah menindak tegas seluruh pedagang ponsel ilegal, karena peredaran ponsel ilegal telah merusak pangsa pasar penjualan handphone di Indonesia dan merugikan pengusaha yang menjalankan bisnis secara benar.
Ketua Umum APSI, Hasan Aula, mengatakan pemerintah harus menjalankan aturan penerapan blokir IMEI secara maksimal. Dengan demikian, handphone ilegal dapat diblokir ke depannya dan tidak ada lagi peredaran handphone ilegal, yang tidak hanya merugikan pengusaha pemilik izin resmi namun juga masyarakat.
“Kita minta untuk IMEI kontrolnya lebih ditingkatkan lagi sehingga tidak ada lagi seperti sekarang ini, banyak yang jualan barang ilegal,” katanya kepada HMStimes.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis, 30 Juli 2020.
Hasan Aula menjelaskan, pengusaha pemilik izin penjualan handphone resmi, khususnya anggota APSI, merasa terganggu dengan peredaran ponsel ilegal. Penjualan handphone mengalami penurunan, bahkan ponsel ilegal dapat menguasai pangsa pasar secara tiba-tiba.
Hasan mencontohkan tahun lalu ketika ponsel ilegal menguasai pasar sekitar 20 persen yang mengakibatkan penjualan handphone resmi oleh anggota APSI berkurang. Namun, hal tersebut mulai teratasi semenjak pemerintah memberlakukan penerapan blokir IMEI pada 18 April 2020 lalu. Dia berharap agar seluruh pelaku usaha ponsel di Indonesia dapat menjalankan bisnis secara resmi sesuai dengan aturan yang sudah diterapkan pemerintah.
Dia juga menyampaikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang telah memproses Putra Siregar, pengusaha ponsel asal Batam yang kini terjerat kasus kepabeanan. Menurut Hasan, tindakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah memberikan contoh kepada masyarakat bahwa bisnis ilegal harus ditindak secara hukum.
“Pertama kita terima kasih kepada Bea Cukai yang telah menindak barang ilegal, dan ini memberikan contoh bahwa [pengusaha] harus menjalankan bisnis-bisnis yang resmi saja,” ujarnya.
Sebelumnya HMS memberitakan Putra Siregar, pengusaha handphone asal Batam, Kepulauan Riau (Kepri), yang tersandung kasus kepabeanan di DKI Jakarta. Kasusnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur beserta beberapa harta kekayaannya sebagai jaminan pembayaran denda.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jakarta Timur, Milono, mengatakan pihaknya telah menerima pelimpahan perkara tersangka Putra Siregar dan barang bukti berupa 190 unit handphone bekas berbagai merek dan uang tunai sebesar Rp61.300.000 pada 23 Juli 2020 lalu. Selain itu, penuntut umum juga menerima pelimpahan beberapa harta kekayaan Putra Siregar berupa uang tunai senilai Rp500 juta, rumah mewah senilai Rp1,15 miliar, dan rekening bank senilai Rp50 juta.
“Harta yang disita itu merupakan jaminan dan saat ini statusnya disita sementara. Tergantung nanti hasil putusan pengadilan seperti apa. Kalau putusannya memang dirampas untuk negara, maka rumah itu berubah status menjadi sita jaminan dan akan kita pasang plang serta akan dilelang. Meskipun demikian, saat ini tetap dilakukan pengawasan terhadap rumah itu. Hanya saja karena posisi rumahnya di Batam, maka rumah itu kami titipkan ke penyidik untuk pengawasannya,” kata Milono, yang diwawancarai HMS melalui telepon, 28 Juli 2020.