Penjara identik dengan bayangan seram, terkurung, hingga memilukan. Meskipun berbuat kriminalitas, tak sedikit orang yang ingin menghindari tempat itu. Alasannya tentu saja tidak ingin kehidupannya dirampas di sana.
Namun, penjara yang satu ini tampak sedikit berbeda. Meskipun membatasi kebebasan penghuninya yang merupakan pembuat onar dan kriminalitas, Rutan Batam tetap memberikan ruang pada tahanan untuk berkreatifitas. Di sana, mereka bercocok tanam, menanam terong, sawi, kangkung, kacang panjang, tomat, timun, serai, pisang, nenas, hingga membuat mebel.
Banyak aktifitas yang dilakukan oleh penghuni Rutan Batam. Mereka diajarkan untuk tetap berkreasi, meskipun kehidupan sosial mereka dibatasi. Bukan hanya sekadar untuk mengisi waktu luang, pekerjaan itu dilakukan juga sebagai bekal tambahan bagi para tahanan yang dapat dipergunakan ketika sudah keluar dari penjara. Di Rutan Batam, para tahanan diajarkan banyak hal dengan harapan mereka dapat menjadi manusia yang jauh lebih baik ke depannya.
“Semua warga binaan kita beri kesempatan untuk berkreatifitas, belajar, bersosialisasi, meskipun mereka hanya berada di dalam sini. Semoga saja, apa yang mereka dapatkan selama berada di sini, bisa dipergunakan nantinya ketika sudah bebas,” kata Kepala Rutan Batam, Yan Patmos, saat ditemui HMStimes.com di Rutan Batam, baru-baru ini.
Yan Patmos menjelaskan, beberapa kegiatan bisa diikuti oleh para tahanan seperti bercocok tanam di lahan di dalam Rutan, membuat tempe, membuat keset kaki, hingga membuat mebel. Setiap kegiatan dipandu oleh masing-masing petugas di Rutan Batam. Semua kegiatan ini menjadi tanggungjawab penuh Kasubsi Bimbingan Kegiatan Kerja, Raja Juli Indra. “Kita buat beberapa kegiatan, seperti pertanian musiman, membuat meja rapat, meja gantung, membuat keset dan membuat tempe. Ini mengasah keterampilan warga binaan di sini, karena setiap tahanan memiliki kemampuan kreativitas yang berbeda-beda,” kata Yan.
Pembinaan kreativitas para tahanan ini, menurut Yan Patmos, dilakukan Rutan Batam bekerjasama dengan Yayasan Suluh Terang Bangsa. Yayasan sosial ini menyediakan fasilitas berupa peralatan, bahan baku hingga instruktur beberapa kegiatan yang ada di sana. Misalnya, untuk memproduksi keset kaki, Yayasan Suluh Terang Bangsa menyediakan bahan baku kain-kain sisa produksi dari pabrik-pabrik garmen di Batam. Tanpa diminta, mereka dengan sukarela menyediakan bahan baku tersebut secara gratis yang juga diantarkan langsung ke Rutan, sesuai permintaan. Keset yang dihasilkan para tahanan dijual ke pihak lain, yang mana hasilnya diberikan ke para tahanan yang memproduksi keset tersebut. “Pihak yayasan tidak meminta bagi hasil atau biaya bahan baku sedikitpun. Mereka sangat mendukung kami di sini,” ujar Yan.
Tidak hanya menyediakan bahan baku untuk pembuatan keset, Yayasan Suluh Terang Bangsa juga menyediakan bahan baku untuk pembuatan mebel berupa kayu palet. Kayu-kayu itu disulap oleh tiga orang tahanan menjadi meja rapat, meja kerja, lemari gantung dan perabotan lainnya. Tiga orang tahanan ini mendapat bimbingan langsung oleh Raja Juli Indra. “Yang membeli adalah pegawai di sini, polisi, ibu-ibu Dharmawanita. Selain itu, kami juga menerima orderan dari masyarakat luar, seperti keset ini. Dalam waktu dua bulan terakhir, sudah 200 keset yang keluar [dijual]. Harganya sangat murah, cuma Rp10 ribu saja. Dan kami juga menyumbangkan hasil itu ke negara dalam bentuk PNBP [pendapatan negara bukan pajak], setiap bulannya sebesar Rp1.580.000 dari kegiatan bimbingan Rutan Batam,” ujar Yan Patmos.
Saat ini, kata Yan Patmos, Rutan Batam dihuni oleh 840 orang warga binaan. Sebelumnya, pihak Rutan Batam telah memulangkan sebanyak 280 warga binaan setelah mendapat asimilasi. Sebagian besar dari total warga binaan tersebut adalah narapidana yang telah mencapai putusan pengadilan yakni sebanyak 745 orang.
Sedangkan sisanya yakni 157 orang merupakan tahanan yang tengah menjalani proses sidang, 79 orang titipan penyidik yang berada di dalam dan 78 tahanan berada di luar atau di penyidik. “Ada tahanan yang masih dititipkan di kepolisian atau kejaksaan karena kami belum boleh menerima titipan tahanan itu. Ini sesuai aturan dari Menteri Hukum dan HAM. Sudah berlaku sejak Maret dan belum tahu sampai kapan,” ujar Yan Patmos.
Yan Patmos menjelaskan, untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga binaan di Rutan Batam, pihaknya kerap menggelar coffee morning bersama dengan seluruh warga binaan yang ada, sebelum masa pandemi Covid-19. Ini dilakukan sebagai bentuk jemput bola pihak Rutan Batam guna mengetahui keluhan dan keinginan setiap warga binaan. Menurut Yan, meskipun mereka berstatus sebagai tahanan, namun warga binaan memiliki hak-hak yang harus dipenuhi. Salah satu contoh pemenuhan hak-hak warga binaan dalam beragama, pihak Rutan menyediakan tempat ibadah seperti mushola bagi yang beragama Islam, gereja untuk warga binaan beragama Kristen dan vihara bagi yang beragama Budha. “Vihara di sini belum lama ini dibangun, kami bekerjasama dengan Bank BNI melalui dana CSR. Di sini juga disediakan pesantren, santrinya sekitar tiga puluh orang, dan kami gelar acara yasinan [membaca surat Yasin] setiap malam Jumat, bergilir. Ini semua di bawah Kasubsi Pelayanan Tahanan, Eko Novyanto,” kata Yan Patmos.
Takhanya menyediakan fasilitas dan layanan keagamaan, pihak Rutan Batam juga menyediakan fasilitas komunikasi bagi warga binaan yang ingin menghubungi pihak keluarganya. Layanan ini disediakan selama masa pandemi Covid-19, dimana Rutan Batam tidak membuka layanan jam besuk tahanan, sebagaimana instruksi Kementerian Hukum dan HAM. Rutan Batam memfasilitasi komunikasi video call bagi warga binaan yang dapat dilakukan setiap hari, sejak pukul 09.00 hingga 11.30 dan dibuka kembali pada pukul 13.30 hingga 15.00, dengan durasi masing-masing selama sepuluh menit. Selain itu, mendekati HUT RI pada 17 Agustus 2020 mendatang, pihak Rutan Batam telah mengusulkan remisi umum untuk 270 orang warga binaan. Namun, usulan tersebut akan ditentukan secara pasti oleh pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepri.
Sementara itu, HMS yang berkunjung ke Rutan Batam berkesempatan untuk berkeliling Rutan, melihat aktifitas para warga binaan di sana. Beberapa warga binaan tampak berada di mushola, untuk sekedar berbincang bersama rekan, ataupun membaca kitab. Sebagian warga binaan lainnya tampak asyik bermain alat musik dari dalam gereja. Sedangkan, yang lain tampak sibuk dengan aktifitas masing-masing, seperti membuat keset, tempe, dan mebel.
Fadel, misalnya. Warga binaan yang harus mendekam di Rutan Batam usai putusan pengadilan yang menghukumnya pidana penjara selama dua puluh bulan karena kasus penganiayaan ini, tampak sedang sibuk membungkus kacang kedelai ke plastik-plastik untuk membuat tempe. Fadel bisa membuat tempe setelah mendapat bimbingan selama berada di Rutan Batam. “Sebelumnya saya tidak tahu cara membuat tempe. Sekarang sudah bisa dan sehari bisa produksi sekitar 200 bungkus. Ini untuk suplai ke dapur,” katanya kepada HMStimes.com.
Hal yang sama juga dituturkan Usman. Pria paruh baya yang tersangkut kasus uang palsu itu tampak sibuk membuat keset. Ia yang sudah berada selama satu tahun lebih di Rutan Batam mendapat pelajaran dan bimbingan membuat keset. Menurutnya, pelajaran itu sangat membantunya dan dapat dijadikan sebagai mata pencarian setelah bebas dari Rutan Batam. “Rencana saya, saat keluar nanti, saya akan tetap membuat keset ini untuk dijual. Siapa tahu nanti tidak dapat kerja, tetap bisa menghasilkan,” ujar pria yang dihukum dua tahun penjara ini.
Sementara itu, Sukri, warga binaan yang tersandung kasus narkoba ini merupakan seorang tukang mebel. Keahliannya tersebut dipergunakan di dalam Rutan Batam setelah ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Menurutnya, beberapa mebel sudah diproduksi di sana bersama dua rekannya, seperti membuat rak sepeda dan lemari gantung. Ia juga mengatakan, mebel tersebut bisa dipesan oleh masyarakat luar. “Tapi, mebel yang kecil-kecillah, sesuai kapasitas bengkel. Karena, bengkelnya kecil,” kata Sukri.
Terpisah, Juliati, Ketua Yayasan Suluh Terang Bangsa, yang ditemui di Rutan Batam, mengatakan kerjasama yang terjalin dengan Rutan Batam belum berlangsung lama, meskipun keinginan untuk bekerjasama itu sudah sejak lama. Saat pandemi Covid-19, kegiatan di yayasannya berkurang sehingga ia mencoba memikirkan cara agar kreatifitas tidak terhenti begitu saja. “Kami dapat tawaran dari Pak Zulkarnain dari LPKA [Lembaga Pembinaan Khusus Anak] untuk bisa bekerjasama dengan Rutan. Tentu saja kami senang, dan kami pilih tema bentuk kemandirian, juga membangun kepercayaan diri. Akhirnya kami putuskan memberikan pelatihan kepada warga binaan untuk membuat keset dan mebel, karena hal ini sangat mudah untuk dikerjakan. Kami suplai bahan bakunya, dan warga binaan bisa menghasilkan karyanya, meskipun mereka berada di sini,” katanya. Menurut Juliati, ilmu yang diberikan kepada warga binaan dapat memberikan kepercayaan diri bagi mereka, sehingga warga binaan dapat mengembangkan potensi diri setelah bebas dari Rutan Batam dan menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.



