Berdasarkan data dari IOM, Organisasi Migrasi Internasional, terdapat sekitar 943 orang pengungsi dan pencari suaka di Provinsi Kepulauan Riau. Mereka ditempatkan di dua wilayah, Kota Batam dan Tanjung Pinang. Menurut data IOM per tanggal 3 November 2020, di Batam terdapat 505 pengungsi, dan sisanya di Tanjung Pinang sebanyak 438 orang. Semua pengungsi yang terdaftar di organisasi IOM diberikan kartu identitas langsung oleh UNHCR.
“Untuk di Kota Batam, para pengungsi saat ini tinggal di dua kawasan community housing. Pengungsi berpartisipasi dalam kegiatan keseharian masyarakat, seperti membersihkan lingkungan maupun menjadi relawan dengan organisasi lokal,” ujar National Media and Communications Officer IOM Indonesia, Ariani Hasanah Soejoeti, melalui surel kepada HMS, 5 November 2020. “Di Batam rata-rata pengungsi berasal dari berbagai negara, di antaranya Afghanistan, Somalia, Sudan, Irak, Iran, Palestina, Yordania, dan Ethiopia.”
Dia mengatakan pengungsi dan pencari suaka ini terpaksa meninggalkan negara asal mereka karena situasi yang menyebabkan ketakutan psikis. Di negara mereka, para pengungsi mengalami penganiayaan karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan juga karena pilihan politik mereka.
Sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, kata Ariani, IOM juga telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat dan juga rumah sakit di seluruh Indonesia untuk memastikan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sepenuhnya disertakan dalam aksi tanggap Covid-19. “Bersama otoritas kesehatan pemerintah, IOM juga telah memfasilitasi pengujian Covid-19, pelacakan kontak, manajemen kasus, dan langkah-langkah kesiapan lebih lanjut untuk isolasi dan karantina. Pengungsi juga diarahkan untuk menjahit dan menyumbangkan masker kain kepada masyarakat sekitar, dan membantu satu sama lain selama masa pandemi,” katanya.
Meskipun begitu, nasib para pencari suaka di Provinsi Kepulauan Riau ini masih belum pasti, karena adanya pembatasan yang diterapkan oleh negara ketiga penerima pencari suaka. Menurut Mitra Salima Suryono, Associate External Relations/Public Information Officer UNHCR, yang dihubungi HMS lewat telepon pada 6 November 2020, ada penolakan dan pembatasan kuota pencari suaka oleh beberapa negara, seperti Amerika Serikat.
“Tentunya [berpengaruh], karena negara-negara penerima membatasi kuota mereka, [menyebabkan] semakin sedikit jumlah pengungsi yang bisa mendapatkan resettlement. Kami akan terus-menerus mengimbau agar negara penerima menambahkan jumlah penerimaan mereka. Tapi keputusan penuh tetap berada di tangan mereka,” katanya.
Menurut data UNHCR terdapat lebih dari 79,5 juta orang yang terpaksa meninggalkan negara asal mereka akibat konflik, peperangan, dan kekerasan yang terjadi secara berkepanjangan. Sekitar 26 juta orang di antaranya berstatus pengungsi. Jumlah negara penerima resettlement ada sekitar 20 negara.