Josuo, karyawan PT Indo Batam Ekatama di Jalan Ahmad Yani, Taman Baloi, Batam, Kepulauan Riau, tidak terima akan keputusan perusahaan yang memberhentikannya sebagai karyawan, karena alasan perusahaan tidak jelas. Josuo pun menempuh jalur hukum untuk menagih hak-haknya dari perusahaan.
“Saya masuk kerja bulan Juni 2020 dan dikontrak selama satu tahun hingga bulan Juni 2021. Pada awal bulan Oktober 2020 saya mengajukan izin tidak masuk kerja selama lima hari mau ke Yogyakarta [saudaranya menikah] dan diacc oleh manajer perusahaan,” kata Josuo kepada HMStimes.com baru-baru ini.
“Setelah saya balik ke Batam, pihak perusahaan mewajibkan saya melakukan karantina mandiri atau melakukan swab, dan saya memilih karantina mandiri. Setelah karantina berjalan satu minggu, saya melakukan swab di Rumah Sakit Awal Bros dengan kesepakatan biaya swab dan rapid test dibagi dua dengan perusahaan,” katanya.
Hasil swab-nya negatif, dan Josuo mengantarkannya ke perusahaan, tetapi dia justru disuruh pulang. “Saya menemui manajemen lalu menunjukkan hasil swab dan rapid test, tetapi tidak dihiraukan. Kemudian saya sampaikan ke manajemen melalui WhatsApp. Jawabannya ‘agar tidak usah masuk kerja lagi,’” kata Josuo.
Menurut dia, berbagai upaya komunikasi telah ia lakukan. Pihak Human Resource Department (HRD) perusahaan sudah ia tanya, tetapi perusahaan bersikukuh tidak menerimanya lagi bekerja.
Josuo menganggap hal itu sebagai upaya perusahaan untuk mem-PHK dirinya. Ia pun meminta bantuan hukum untuk menuntut hak-haknya sebagai karyawan.
Religius Sarumaha dari Lembaga Bantuan Hukum Nasional, yang membantu Josuo, mengatakan sikap manajemen perusahaan terhadap kliennya tidak berdasar. “Kami minta yang menjadi hak-hak normatif klien kami agar diberikan sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan,” ucap Religius.
Perselisihan hubungan industrial antara Josuo dengan PT Indo Batam Ekatama ini berlanjut ke meja Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam dan Pengawasan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kepri setelah pihak perusahaan tidak mau melakukan perundingan bipartit.
Untuk menanyakan masalah ini, HMS mewawancarai Herman selaku HRD di PT Indo Batam Ekatama pada 24 November 2020. Herman membenarkan Josuo adalah karyawan di perusahaan itu tetapi tidak diterima lagi masuk kerja, karena Josuo terlalu lama menyerahkan hasil swab setelah ia pulang dari Yogyakarta.
“Seandainya dia langsung memberikan bukti [hasil] swab setelah pulang dari Yogyakarta, tidak akan ada masalah,” kata Herman.
Namun demikian, katanya, perusahaan belum mengeluarkan surat PHK terhadap Josuo. “Dia masih karyawan. Surat PHK juga belum ada. Tapi pada intinya dia tidak diterima lagi bekerja. Kalau dilapor, silakan saja,” kata Herman.