Jika biasanya kedai-kedai kopi futuristik diinisiasi oleh para pemuda, berbeda dengan Kopi Pitoe, yang beralamat di Ruko Tiban Mas nomor 16, Kota Batam, Kepulauan Riau, yang justru diinisiasi oleh tujuh ibu-ibu. Konsepnya sederhana dan cukup menyembuhkan pikiran. Sama seperti latihan wajib mereka: yoga.
Para pemiliknya ini adalah para istri yang tak ingin sekadar duduk manis menunggu suami pulang ke rumah. Alhasil, ide membuat usaha melintas tatkala para ibu-ibu ini takbisa melewati satu hari pun tanpa berkumpul. Pertemanan dan kedai kopi begitu akrab dalam keseharian mereka.
“Jadi kami selalu nongkrong di banyak coffee shop, selalu berpindah-pindah memang. Setelah itu kemudian tercetuslah ide untuk membuat coffee shop sendiri,” kata Monika Siallagan, salah satu pemilik Kopi Pitoe kepada HMS, Jumat, 15 Oktober 2021.
Pitoe pada Kopi Pitoe berarti angka tujuh, yang melambangkan tujuh orang di balik bisnis itu. Dalam bahasa Jawa ia bermakna pertolongan. Monika menjelaskan, keputusan mereka untuk membuka kedai kopi disepakati saat mereka liburan ke Yogyakarta. Namun, saat ini Kopi Pitoe sebenarnya hanya dikelola oleh enam orang saja, lantaran terkendala beberapa hal.
Sebelum memulai bisnis mereka menyadari kalau rasa kopi yang lezat dan sehat tak selamanya mudah didapatkan. Pun tak selalu orang-orang bisa mendapatkan tempat berkumpul sesuai selera. Maka bergotong royong lah mereka merancang Pitoe.
Tak main-main, mereka mengaku melakukan riset supaya rasa dan suasana bisa pas sesuai takaran. Alhasil, saban hari sebelum membuka kedai kopi, mereka menjelajah ke kedai-kedai kopi mulai dari dalam dan di luar kota. Memperhitungkan apa yang kurang dan lebih.
“Kami bahkan sempat datang ke Filosofi Kopi di Jakarta, yang terkenal itu. Melihat langsung bagaimana bisnis berjalan di sana,” katanya. Ini adalah kedai kopi yang didirikan oleh para aktor dan sutradara film yang berjudul ‘Filosofi Kopi: Ben & Jody‘.
Menurut Monika, orang-orang di balik Kopi Pitoe gemar dengan makanan tradisional. Untuk itu, menu andalan di Kopi Pitoe adalah sego liwet atau nasi liwet. Hal itu menurut Monika juga bertujuan untuk memberikan warna berbeda bagi Kopi Pitoe dengan kedai kopi lainnya.
“Meski minuman yang kami tawarkan mengikuti zaman, tetapi sengaja kami selipkan menu tradisional. Biar pelanggan yang ke sini terkesan dan lebih mengenal Kopi Pitoe,” katanya.
Untuk menu minuman andalan, Kopi Pitoe menawarkan Es Kopi Pitoe yang mengandalkan rasa yang mereka ciptakan sendiri. Menurut Monika, Es Kopi Pitoe dibuat dengan cita rasa lembut creamy tapi tidak menghilangkan rasa kopi itu sendiri.
“Kita tahu kalau Batam secara umum lebih dulu mengenal budaya kopi tiam. Jadi orang Batam kebanyakan terbiasa memesan kopi hitam atau kopi susu. Nah, melalui Es Kopi Pitoe ini kami juga berusaha mengenalkan sebenar-benarnya kopi tapi tetap ada campuran susunya,” katanya.
Dengan begitu, kata Monika, Kopi Pitoe ikut mengedukasi pelanggan, tetapi dengan cara yang tidak terkesan berusaha menggerus budaya kopi tiam yang lebih dulu ada. Kopi Pitoe sendiri buka mulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Tersedia pula dua ruang ber-ac dan satu ruangan terbuka di bagian belakang kedai kopi tersebut.
Adapun menu kopi tersedia di Kopi Pitoe, yaitu mulai dari coffee base, manual brew, speciality drinks, non coffee seperti milk shake, bahkan teh.
Sementara untuk menu makanan, tersedia menu andalan apalagi kalau bukan nasi liwet. Di Kopi Pitoe juga tersedia rice bowl, mie, dan kudapan lainnya. Tak hanya itu, pelanggan pun dapat memesan nasi liwet keroyokan untuk 5-7 orang.
“Untuk harga minuman harganya variatif ya, tergantung jenis dan ukurannya. Mulai dari Rp18 ribu sampai Rp42 ribu. Nah, kalau untuk makanan mulai dari Rp21 ribu sampai Rp35 ribu di luar yang keroyokan ya,” kata Monika.
Nah, begitulah Kopi Pitoe, sesuai namanya ia cukup menyembuhkan. Kopi Pitoe diharap tidak sekadar jadi tempat ngopi yang menjamur di masa kini, tetapi bisa menjadi tempat menyeduh aneka perasaan: patah hati, merasa dicintai, dan ruang persinggahan di tengah situasi yang serba cepat.