JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Buruh (May Day) yang jatuh setiap tanggal 1 Mei, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Patriot Pancasila (SBPP) Mangatur Nainggolan, mengajak untuk menggunakan momentum Hari Buruh tahun ini sebagai refleksi untuk mengevaluasi dan menilai politik hukum perburuhan di Indonesia.
Ia mengatakan, bahwa pihaknya memiliki beberapa catatan yang perlu diperhatikan bahkan perlu dirubah pemerintah, khususnya bagi Menteri Tenaga Kerja dalam membuat dan menetapkan aturan-aturan yang merugikan buruh.
“Seperti dalam pembayaran THR yang kerap disalahgunakan oleh pengusaha, serta terkait upah buruh harian yang saya anggap sebagai kebijakan korporasi tidak berperikemanusiaan sebagaimana diamanatkan Pancasila, khususnya sila kedua,” ujar Mangatur, Senin (1/5/2023).
Menurutnya, upah buruh harian tersebut kerap diterapkan kepada para buruh di sektor perkebunan kelapa sawit dan konstruksi, yang mana tidak ada kepastian buruh mendapatkan penghasilan tetap sesuai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Terlebih, terkait kebijakan perusahaan yang dilegalkan oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penggajian buruh dengan sistem produktivitas. Hal ini, lanjutnya, sering terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit di mana upah permanen dihitung berdasarkan jumlah tonase yang mereka ambil.
“Ini sering dialami buruh di sektor perkebunan kelapa sawit, yang harus menerima ketidakadilan akibat hasil panen sawit yang tidak menetap dan kondisi medan perkebunan yang tidak merata,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa pada saat hasil panen atau kondisi buah yang lagi turun produktivitasnya, membuat upah buruh menjadi lebih sedikit/rendah. Begitu halnya dalam diskriminasi penempatan area memanen.
“Kondisi medan perkebunan yang kadang bergurun dan lembah, itu cukup membuat buruh kesulitan melakukan pemanenan, sementara perhitungan [upah] tidak dibedakan,” papar Mangatur.
Pemerintah dalam hal ini perlu melindungi hak buruh agar pelegalan ini dapat dibatalkan. “Untuk itu kita mengimbau Presiden Jokowi dalam hal ini dapat memanggil Menteri Tenaga Kerja, agar serius untuk mengavaluasi kebijakan pengupahan yang tidak memiliki nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.
Mangatur pun berharap, dengan jutaan tenaga kerja di sektor perkebunan sawit, pemerintah konsen untuk menjaga kepentingan upah atau penghasilan buruh sehingga keluarga maupun anak-anak dari kaum buruh ini bisa melanjutkan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya.
“Kalau upahnya rendah, buruh sudah pasti tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya dengan baik, bahkan hingga jenjang perguruan tinggi. Di sisi lain, SDM guru pun akan selalu rendah sehingga kita tidak akan pernah memiliki daya saing,” ungkapnya lagi.
Dalam kesempatan ini, ia pun mengajak masyarakat untuk tetap bersama semangat memperjuangkan nilai-nilai Pancasila dalam hubungan industrial, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara khususnya toleransi umat beragama.
“Untuk itu saya kembali menyapaikan, Selamat Hari Buruh 1 Mei 2023. Salam Patriot Pancasila, Pancasila tegak, buruh sejahtera, Indonesia kuat,” ucap Mangatur. (*)