JAKARTA – Seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung (Babel), HS (55 tahun)
harus berurusan dengan polisi akibat unggahan bernada provokasi di media sosial (medsos). Unggahan kontennya menyebut akan ada pengeboman, bersamaan dengan momen kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Berurusan dengan tim Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88, HS diketahui pegawai senior yang bertugas mengelola anggaran infrastruktur. Ia pejabat pembuat komitmen (PPK) pada salah satu instansi vertikal, atau kantor balai wilayah prasarana.
Kepala Bidang Humas Polda Babel, Kombes Jojo Sutarjo membenarkan perihal penangkapan tersebut. “Kami membenarkan ada yang diamankan inisial HS terkait unggahan di media sosial,” katanya saat dihubungi, Minggu, 8 September 2024 seperti dilansir kompas.com.
Diungkapkan, HS bukan pegawai pemerintahan kabupaten/kota atau provinsi. HS adalah pegawai instansi vertikal yang membidangi pekerjaan infrastruktur. “Bertugas di kantor balai wilayah,” ujar Jojo.
Tim melakukan penangkapan di kantornya pada Rabu, 3 September 2024 siang. Kemudian pemeriksaan berlanjut di kediaman HS di Pangkalan Baru, Bangka Tengah.
HS juga sempat menjalani pemeriksaan medis. Unggahannya dinilai tidak pantas untuk seorang pegawai negara. “Petugas melakukan penyelidikan dan pendalaman. Sementara itu perkembangannya,” ujar Kombes Jojo.
Operasi Cipta Kondisi yang digelar polisi dalam rangkaian pengamanan pemimpin Katolik, tidak hanya menyasar HS di Pangkalpinang. Selain itu ada enam orang lainnya di daerah berbeda yang ikut diamankan.
Selain HS, polisi juga menangkap 6 orang lainnya yang diduga sebagai teroris atau memprovokasi di medsos, total ada 7 orang termasuk HS. Dilansir detikNews, mereka berasal dari sejumlah daerah di Indonesia.
Enam orang tersebut berinisial HFP, LB, DF, FA, ER, dan RS. Mereka terlibat memberikan provokasi berupa komentar seruan pengancaman bom hingga membakar gereja pada postingan di media sosial terkait Paus.
HS sendiri menyerukan narasi provokasi di kolom komentar akun Youtube Komsos Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).
Kasus mereka sama, yakni terkait unggahan di media sosial yang bernada provokasi dan menyinggung masalah suku agama dan ras (SARA). (*)