JAKARTA – Sistem kelas pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terkait jaminan kesehatan masyarakat, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diubah. Sistem kelas 1, 2 dan 3 akan dihapus mulai Juli 2025 dan digantikan dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Terkait implementasi KRIS ini, pemerintah belum memastikan perihal kenaikan biaya iuran. Besaran nominal iuran BPJS Kesehatan masih sama, karena landasan hukumnya belum berubah, yakni masih tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan.
“Memang sampai sekarang belum ada peraturan, kebijakan, yang disampaikan ketua dewan tarif, kelas berapa, itu belum ada,” ungkap Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, dikutip Sabtu, 3 Mei 2025 dilansir cnbcindonesia.com.
Pada laman BPJS Kesehatan masih tertera ketentuan tarif iuran yang lama. Iuran ini dibedakan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN, mulai dari ASN (Aparatur Sipil Negara), pekerja penerima upah, hingga pekerja bukan penerima upah.
Dikutip dari BPJS Kesehatan, iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah, serta iuran peserta bukan pekerja sebesar Rp42.000 per orang per bulan, dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp25.500, sisanya sebesar Rp16.500, akan dibayar pemerintah sebagai bantuan iuran.
Per 1 Januari 2021, iuran peserta dengan fasilitas ruang perawatan Kelas III sebesar Rp35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp7.000.
Peserta Kelas II sebesar Rp100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, dan sebesar Rp150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 4% dibayar pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
Kemudian, iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan; dengan ketentuan : 4% dibayar Pemberi Kerja dan 1% oleh Peserta.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah. Lalu, bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
Sedangkan, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a, dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Gotong Royong
“Yang jelas kami sampaikan, kalau iurannya sama, iurannya ya, katakanlah Rp70.000 (untuk) miskin dan kaya Rp70.000. Itu menyalahkan prinsip kesejahteraan sosial,” kata Prof Ghufron.
Dikatakan, jika iurannya sama, bagi orang kaya jelas tidak memberatkan, tetapi bagi orang miskin malah akan menyulitkan. Dirinya kembali menekankan jaminan kesehatan pemerintah seperti BPJS Kesehatan menggunakan konsep gotong royong.
Perbedaan BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 dapat dilihat dari besaran iuran yang dibayar setiap bulannya.
Mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020, berikut ini rincian iuran BPJS Kesehatan berdasarkan kelasnya.
BPJS Kesehatan Kelas 1: Rp150.000 per bulan;
BPJS Kesehatan Kelas 2: Rp100.000 per bulan;
BPJS Kesehatan Kelas 3: Rp35.000 per bulan.
Sebagai informasi, pembayaran iuran BPJS Kesehatan dapat setor ke kantor cabang BPJS terdekat, melalui aplikasi Mobile JKN, M-Banking, dompet digital, hingga minimarket.
Rawat Inap
Peserta BPJS Kelas 1 mendapat ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 2-4 orang. Bila diperlukan, pasien juga dapat mengajukan untuk pindah ke ruang VIP. Akan tetapi, jika melakukan itu, pasien harus membayar biaya tambahan di luar yang ditanggung pihak BPJS Kesehatan.
Peserta BPJS Kelas 2 mendapat ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 3-5 orang. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan pindah kamar ke kelas yang lebih tinggi, seperti kelas 1 atau VIP.
Hal ini dapat dilakukan asalkan peserta mau membayar biaya tambahan di luar yang ditanggung oleh pihak BPJS Kesehatan.
Peserta BPJS Kelas 3 mendapat ruang rawat inap yang dapat menampung minimal 4-6 orang. Jika ruang rawat inap kelas 3 rujukan penuh, pihak faskes dapat merujuk pasien ke faskes lain yang ruang inap kelas 3-nya masih tersedia.
Biaya Kaca Mata
Perbedaan BPJS kelas 1, 2, dan 3 selanjutnya yang perlu diketahui adalah, besaran biaya kaca mata yang ditanggung.
BPJS Kesehatan memberikan subsidi kacamata yang besaran harganya diatur dalam Pasal 47 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2023. Berikut rinciannya:
Hak rawat kelas 3: Rp165.000; Hak rawat kelas 2: Rp220.000;
Hak rawat kelas 1: Rp330.000.
Nilai subsidi kaca mata tersebut telah mengalami kenaikan sebesar 10% di masing-masing kelas.
Sebelumnya, subsidi kaca mata untuk Kelas 3 hanya Rp150.000. Adapun subsidi untuk Kelas 2 Rp200.000. Sedangkan subsidi untuk Kelas 1 Rp300.000.
Perlu diinformasikan, ada ketentuan yang mengikat tentang berapa kali peserta dapat memanfaatkan Kartu BPJS Kesehatan untuk membeli kacamata. Hal ini ditujukan untuk membatasi pembelian kaca mata menggunakan subsidi biaya yang telah disediakan.
Secara khusus, BPJS Kesehatan menetapkan waktu pembelian, setiap dua tahun sekali untuk setiap peserta. Dengan demikian, pembelian kaca mata di luar ketentuan tersebut harus ditanggung sendiri oleh peserta. (*)