JAKARTA – Indonesia memastikan tetap melanjutkan kesepakatan bersama Korea Selatan (Korsel) untuk membangun jet tempur KF-21 Boramae.
Sejumlah fakta mengenai pengembangan jet tempur antara Indonesia-Korsel ini pun mulai bermunculan.
Hal tersebut terungkap dari kabar media Korsel Aseanexpress.co.kr, pada 20 Juni 2025, dalam artikel berjudul “Program Jet Tempur Generasi Berikutnya Korea-Indonesia yang Berderit, Sepakati F-33 sebagai Titik Balik.”
Diungkapkan, pengembangan jet tempur KF-21 Boramae akan mencapai titik balik dengan kesepakatan baru tersebut. Kedua negara sepakat untuk berbagi biaya dan memutuskan untuk memperkenalkan IF-X dengan nama baru F-33 ke Angkatan Udara.
Sejak 2015
Proyek ini dimulai pada tahun 2015, tetapi mengalami kendala biaya.
Awalnya, pemerintah Korea akan berbagi 60%, KAI ( Korea Aerospace Industries ) 20%, dan Indonesia 20%. Namun, Indonesia telah menunda pembayaran bagiannya sejak tahun 2021 karena kesulitan keuangan.
Menurut keterangan Korea Herald, pada 13 Juni 2025, dalam artikel berjudul “Korea dan Indonesia sepakati pemangkasan kontribusi Jakarta untuk KF-21,”,
Korea Selatan dan Indonesia telah menyelesaikan kesepakatan untuk menetapkan kontribusi Jakarta terhadap pengembangan bersama jet tempur KF-21 Boramae.
Nilainya sebesar 600 miliar won (437 juta dollar AS), kata Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA).
Perjanjian tersebut ditandatangani selama pameran Indo Defence di Jakarta, menyusul lebih dari setahun negosiasi dan penundaan seputar persyaratan pembayaran dan pertikaian diplomatik atas kebocoran teknologi.
Indonesia sejauh ini telah membayar sekitar 400 miliar won. Sisanya 200 miliar won akan dibayarkan berdasarkan jadwal yang telah direvisi, yang masih dalam pembahasan dengan Korea Aerospace Industries, produsen KF-21.
Menurut DAPA, Indonesia berencana untuk mengakuisisi hingga 48 unit F-33. Enam prototipe saat ini sedang menjalani uji terbang.
Targetnya adalah untuk memasuki produksi massal skala penuh di Korea pada akhir tahun 2026.
Produksi F-33 akan dilakukan secara berurutan di Indonesia mulai tahun 2027. Perusahaan lokal PTDI (Dirgantara Indonesia) akan berpartisipasi dalam produksi badan pesawat dan sebagian sayapnya, dan beberapa transfer teknologi juga akan disertakan.
Administrator Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Seok Jong-geon memberikan pernyataannya.
“Kami telah mengonfirmasi bahwa hubungan kerja sama industri pertahanan antara kedua negara, yang sempat tegang karena masalah dugaan kebocoran teknologi dari Indonesia, telah kembali berjalan,” katanya.
“Kami akan memperkuat kerja sama industri pertahanan dengan Indonesia di berbagai bidang, termasuk kapal selam, daya tembak, dan sistem pertahanan udara, serta memperluas kerja sama ke seluruh kawasan Asia Tenggara di masa mendatang,” jelasnya dilansir zonajakarta.com.
Sementara itu, menurut laporan media asing, Filipina dan Malaysia juga secara aktif mempertimbangkan untuk memperkenalkan KF-21. (*)