JAKARTA – Sikap Majelis Hakim yang memeriksa perkara Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP), Hasto Kristiyanto, menuai protes dari Ronny Talapessy salah satu anggota tim penasihat hukum. Ia menyoroti Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, yang menurutnya sejak awal sidang pembacaan dakwaan hingga vonis, selalu memakai masker.
“Persidangan hari ini membuktikan bahwa ini adalah pesanan politik. Yang kami soroti adalah teman-teman, persidangan yang katanya terbuka, tapi kawan-kawan bisa melihat di mana ketua majelis dari awal persidangan sampai akhir memakai masker,” ucap Ronny, Jumat, 25 Juli 2025 dilansir okezone.com.
Ia menyebut penggunaan masker oleh hakim selama sidang menjadi hal yang mencurigakan meski tak merinci lebih lanjut alasannya. “Ini menjadi pertanyaan buat kita,” katanya.
Penyidik Jadi Saksi
Ronny juga menyoroti sikap majelis hakim yang tidak mempermasalahkan penyidik menjadi saksi di persidangan.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan logika hukum.
“Bagaimana seseorang yang memeriksa, menjadi saksi, lalu bukti yang dituangkan dalam BAP (berita acara pemeriksaan) kemudian diceritakan kembali dalam persidangan. Ini di luar nalar hukum kita,” katanya.
“Siapa pun tidak akan bisa menerima ini baik itu aktivis hukum, profesor hukum. Nah inilah yang kami sebut bahwa kasus ini merupakan kasus pesanan politik,” Ronny menekankan.
Vonis Hasto
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan hukuman tiga setengah tahun penjara kepada Hasto Kristiyanto. Putusan dibacakan di Ruang Kusuma Atmadja, PN Jakarta Pusat, Jumat, 25 Juli 2025.
Hakim menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana suap sebagaimana dalam dakwaan kedua, yaitu Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto.
Hakim menyebut, sebagai Sekjen PDIP, Hasto memiliki kewenangan organisasional dan motif kuat untuk mendorong Harun Masiku menggantikan almarhum Nazaruddin Kiemas menjadi anggota DPR RI.
“Terdakwa melakukan upaya formal berdasarkan putusan judicial review dan fatwa MA. Namun ketika upaya itu gagal, terdakwa bersama Saeful Bahri, Doni Tri Istikomah, dan Harun Masiku melakukan upaya ilegal melalui pemberian uang suap,” jelas hakim.
Meski terbukti bersalah dalam kasus suap, Hasto tidak terbukti melakukan tindak pidana perintangan penyidikan, sesuai dakwaan alternatif pertama.
“Faktanya handphone yang dimaksud masih ada dan disita oleh KPK,” ujar hakim dalam pertimbangannya. (*)



