JAKARTA – Seorang anggota Satpam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Sofyan mengakui dititipi sebuah tas oleh hakim Djuyamto, yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis onslag atau vonis lepas untuk tiga korporasi crude palm oil ( CPO).
Sofyan menyatakan hal itu saat diperiksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 10 September 2025.
“Untuk tanggalnya saya lupa, hari Sabtu. Beliau (Djuyamto) datang masuk ke dalam, enggak selang lama itu beliau keluar kembali langsung menitipkan sebuah tas,” ujar Sofyan saat bersaksi pada sidang dikutip dari Kompas.com.
Dikatakan, Djuyamto menitipkan tas itu pada malam hari. Saat itu, Sofyan bertugas bersama satpam lain bernama Maulana.
Penitipan tas ini disebutkan terjadi pada Sabtu, 12 April 2025. Kepada jaksa, Sofyan mengaku mendengar ucapan Djuyamto kepada Maulana.
“Beliau cuma bilang, ‘Titip tas nanti kasihkan ke Mas Edi,’” kata Sofyan meniru ucapan Djuyamto saat itu.
Di hadapan majelis hakim, Sofyan mengaku tidak membuka tas yang dititipkan Djuyamto.
Ia baru melihat isi tas ini saat diperiksa oleh penyidik di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung. Namun, Sofyan tidak menjelaskan kapan pemeriksaan ini dilakukan.
Uang Asing
Saat tas itu dibuka penyidik, Sofyan mengaku melihat sejumlah uang mata uang asing dan rupiah. Tapi, ia tidak ingat jumlah uang yang ada dalam tas itu. “Kalau tidak salah ya Pak, uang Dollar Singapura, untuk jumlahnya saya sudah lupa Pak. Ada uang rupiahnya juga, terus dua buah handphone sama cincin batu. Itu saja yang saya tahu, yang saya ingat,” Sofyan menekankan.
Keterangan saksi ini tidak dibantah Djuyamto.
Saat diberikan kesempatan oleh hakim untuk bertanya langsung, Djuyamto sempat menanyakan soal percakapannya yang dilakukan di depan penyidik.
Djuyamto mengatakan, saat di depan penyidik, ia pernah menelepon supirnya, Edi. Saat itu, Sofyan ikut mendengar pernyataan tersebut. Apa yang saya bilang ke Edi?” tanya Djuyamto kepada Sofyan.
“Saya dengar bapak suruh Edi ke Kejagung. ‘Silakan datang ke Kejagung, silakan ceritakan apa yang terjadi,’” jawab Sofyan.
Lima Terdakwa
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang terdiri hakim dan pegawai pengadilan, menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp2,4 miliar.
Sedangkan, Djuyamto selaku ketua majelis hakim dudakwa menerima Rp9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp6,2 miliar.
Sedangkan tiga korporasi penyuap tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Korporasi berikutnya, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas. Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas, tiga korporasi tersebut. (*)