JAKARTA – Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang – Jawa Tengah, Djoko Setijowarno, menilai rencana pembangunan kereta cepat Whoosh hingga Surabaya bukan kebutuhan mendesak. Ia menyebut proyek itu lebih mencerminkan keinginan, bukan solusi atasi persoalan utama transportasi di Pulau Jawa.
“Pembangunan Kereta Cepat hingga Surabaya sebaiknya dipandang sebagai keinginan, bukan kebutuhan mendesak,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 9 November 2025 dilansir Kompas.com.
Dikatakan, kebutuhan masyarakat Jawa saat ini adalah transportasi umum yang layak di perkotaan dan pedesaan.
Ia menilai infrastruktur Pulau Jawa sudah jauh lebih maju dibanding pulau lain. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah membangun jalan tol yang menghubungkan Merak hingga Surabaya dan Probolinggo. “Waktu tempuh (perjalanan) memangkas hingga 50 persen dibanding menggunakan jalan nasional,” ujar Djoko.
Masih Tertinggal
Meski begitu, lanjutnya, transportasi umum di Pulau Jawa masih tertinggal. Dari 30 kota di Jawa, termasuk Jakarta, hanya sembilan kota atau sekitar 30 persen yang memiliki transportasi umum modern.
Dari 85 kabupaten di Jawa, baru empat kabupaten atau 4,7 persen yang memiliki sistem transportasi modern. Keempatnya adalah Banyumas, Bekasi, Tuban, dan Bangkalan.
Djoko menilai kondisi ini menunjukkan pentingnya fokus pembangunan pada transportasi berbasis jalan raya dan kereta di wilayah perkotaan.
“Bandung dan Surabaya”, kata dia, menghadapi kemacetan parah dan mendesak memiliki jaringan commuter line. “Commuter line di Bandung Raya dan Surabaya dapat segera dibangun. Transportasi perintis perdesaan diadakan di Pulau Jawa,” tutur Djoko.
Integrasi Transportasi
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu menambahkan, konektivitas antarkota di Jawa memang sudah terbentuk lewat Tol Trans Jawa dan jalur rel ganda. Namun, persoalan besar masih tersisa di tahap integrasi antarmoda di kawasan perkotaan, perdesaan, dan permukiman.
“Tantangan yang belum teratasi adalah integrasi transportasi di kawasan perkotaan, perdesaan, dan permukiman. Oleh karena itu, percepatan pembenahan transportasi umum menjadi sangat mendesak,” Djoko menekankan.
Ia juga menyoroti dampak keuangan dari proyek kereta cepat Whoosh. PT Kereta Api Indonesia (KAI) disebut harus mencicil utang Rp2,2 triliun pada 2025.
“Kereta cepat hingga Surabaya adalah sebuah keinginan, padahal yang kita butuhkan di Pulau Jawa adalah pondasi transportasi yang kuat dan merata,” tutup Djoko. (*)



