JAKARTA – Masuknya beras impor dari Thailand sebanyak 250 ton, diduga menyusup secara diam-diam di tengah kebijakan Presiden Prabowo Subianto menutup keran impor, dalam mendukung kemandirian dan ketahanan pangan di Indonesia.
Lalu, mengapa beras dari Thailand ini bisa masuk ke Pelabuhan Sabang, Provinsi?
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kanwil Bea Cukai Aceh, Leni Rahmasari, memberikan keterangan terkait masuknya 250 ton beras yang didatangkan PT Multazam Sabang Group. Bahwa beras tersebut masuk berdasarkan izin resmi dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
Menurut dokumen, kata Leni, beras tersebut masuk ke Sabang dengan Surat Izin Pemasukan Barang ke Kawasan Sabang Nomor 513/PTSP-BPKS/21 tertanggal 24 Oktober 2025. Sebagai lembaga penyelenggara Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), BPKS memiliki mandat untuk mengelola fasilitas bebas bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000, demikian dilansir rri.co.id Senin, 24 November 2025.
Izin BPKS, sebutnya, bukan hanya mencakup 250 ton beras Thailand, tetapi juga barang pendukung berupa timbangan digital, mesin jahit goni, dan 3.000 karung beras. Namun, Bea Cukai Sabang melalui surat S-106/KBC.0101/2025 pada 7 November 2025 telah memberikan masukan teknis terkait lokasi pemasukan barang.
Dalam surat tersebut, Bea Cukai menilai Dermaga Container Terminal 1 (CT-1) Pelabuhan Teluk Sabang belum dilengkapi Tempat Penimbunan Sementara (TPS). Karena beras tidak masuk dalam kontainer, ketersediaan gudang TPS dipandang penting, untuk memastikan penanganan dan administrasi barang berjalan sesuai aturan kepabeanan.
Barang Konsumsi
Bea Cukai juga mengingatkan, bahwa beras termasuk barang konsumsi, sehingga seluruh mekanisme pemasukan dan peredarannya berada dalam kewenangan BPKS, sebagaimana diatur dalam PP 41 Tahun 2021. Barang konsumsi yang masuk ke KPBPB hanya boleh beredar di dalam kawasan bebas dan dilarang didistribusikan ke wilayah pabean Indonesia lainnya.
Meski pemasukan barang telah berizin, kata Leni, Bea Cukai menilai penting untuk melihat konteks ketahanan pangan nasional. Pemerintah tidak membuka keran impor beras pada 2025 karena stok surplus. Dinas Pangan Aceh juga menyatakan ketahanan pangan di Aceh dalam kondisi stabil.
Saat ini beras telah tiba di Pelabuhan Sabang. Sebagian sudah ditimbun di luar kawasan pabean dengan izin Bea Cukai sambil menunggu pemenuhan syarat administrasi. Hingga kini, pengusaha belum menyerahkan dokumen Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone (PPFTZ), yang menjadi landasan pemeriksaan fisik maupun administrasi sebelum barang bisa dimasukkan secara sah ke kawasan bebas.
Hingga saat ini, sambung Leni, Bea Cukai masih menunggu kelengkapan dokumen PPFTZ sebelum proses pemasukan dapat dilanjutkan.
“Bea Cukai menjalankan fungsi pengawasan sepenuhnya berdasarkan ketentuan hukum. Kami terus berkoordinasi dengan BPKS dan aparat penegak hukum, agar proses perizinan, pemeriksaan, hingga pengawasan berlangsung transparan dan akuntabel. Fasilitas kawasan bebas harus benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat Sabang dan tidak disalahgunakan,” ujar Leni.
Penjelasan Mentan
Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan alasan bobolnya impor beras di Sabang sebanyak 250 ton. Beras itu masuk karena Sabang memiliki Kawasan Perdagangan Bebas ( Free Trade Zone /FTZ).
Namun, menteri menekankan bahwa importasi yang dilakukan harus seiring dengan kebijakan pemerintah pusat. Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Indonesia tidak lagi impor beras.
“Jadi gini, itu ada kawasan di Sabang itu ada regulasi, salah satu regulasi pasarnya adalah Free Trade Zone, tetapi itu harus diperhatikan, tidak boleh bertentangan kebijakan pusat. Sedangkan Bapak Presiden sudah menyampaikan bahwasanya sudah swasembada tahun ini, tidak impor, sudah swasembada, stok lebih dari cukup,” kata dia usai rapat dengan Komisi IV DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 24 November 2025 dikutip detikcom. (*)



