Meskipun kegiatan pemotongan kapal di galangan Paxocean PT Graha Trisaka Industri (GTI), Kecamatan Batu Aji, Kota Batam, Kepulauan Riau, sudah dilarang dan syahbandar setempat mengancam akan merekomendasikan pencabutan izinnya bila ketahuan beroperasi, faktanya sampai sekarang kegiatan penutuhan di lokasi itu masih berlangsung.
Hal ini diketahui dari dua dokumentasi kegiatan yang diterima HMS baru-baru ini. Dalam video pertama berdurasi 36 detik yang diambil pada 6 Mei 2021, terlihat serpihan api membelah badan sebuah bangkai kapal di lokasi itu. Menurut sumber, yang dipotong adalah sisa-sisa dari kapal Acacia Nassau berbendera Bahama. (baca: Drama Pemotongan Kapal Bahama).
“Pemotongan kapal yang saat ini menjadi persoalan publik masih berlangsung. Terlihat dari kejauhan serpihan api memotong body kapal yang katanya sudah dilarang berkegiatan. Pekerjaan berlangsung tanpa pengawasan dari instansi terkait. Sudah tak berwujud [Acacia Nassau],” kata sumber kepada HMS melalui pesan pendek yang melampirkan video kegiatan itu, 16 Mei 2021.
Proses pengangkutan material hasil dari kegiatan pemotongan itu juga terekam kamera. Dalam dokumentasi berdurasi 40 detik yang diambil pada 8 Mei 2021, sumber menjelaskan sejumlah alat berat sedang beroperasi di sekitaran bangkai kapal tersebut. “Crane sedang bergerak mengangkat material yang sudah dipotong. Tampak separuh badan kapal sudah habis dari sepanjang haluan sampai ke mendekati center,” katanya.
Apabila diperhatikan, memang bagian bawah bangkai kapal yang dipotong itu memang terlihat sama dengan kapal Acacia Nassau, berbendera Bahama, yang pertama kali HMS laporkan ditutuh pada 6 Februari 2021 lalu, (baca: Main Potong Kapal Bahama di Tanjunguncang, Agen: Kok Bisa Tahu?). Waktu itu, kapal masih bersisa sepanjang sekitar 80 meter dan posisinya masih mengapung di atas air. Jauh berbeda dengan kondisi sekarang.
Belum ada keterangan resmi dari perusahaan maupun instansi terkait perihal aktivitas penutuhan itu. Hanya saja, sebelumnya Kepala KSOP Khusus Batam, Mugen Suprihatin Sartoto, mengatakan, kegiatan penutuhan di Paxocean sudah dihentikan dan pihaknya tidak akan lagi melayani permohonan kegiatan apapun yang diajukan oleh perusahaan bermasalah yang diperkirakan merugikan negara senilai miliaran rupiah itu.
“Yang saya lakukan waktu itu [saat mengetahui kegiatan tanpa izin] adalah, tidak memberikan layanan. Waktu itu sempat ada [pengajuan] kegiatan supply minyak dalam kapal yang lagi dibuat [di PT GTI]. Saya bilang, ‘tidak ada layanan, kalau kamu masih ngeyel lagi ya saya rekomendasikan untuk pencabutan izinmu. Kalau dari saya hanya seperti itu, karena untuk sanksi pidananya ada di polisi. Sementara kita hanya administrasi saja,” kata Mugen Suprihatin Sartoto. (baca: Perkara Kapal Bahama Hampir Sampai di Penghujung).
Perkara pemotongan kapal ini juga tengah diselidiki polisi. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kepri, Kombes Pol Harry Goldenhardt, mengatakan, ada 10 saksi yang sudah diperiksa terdiri dari empat orang agen pelayaran, empat orang pejabat Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), dan dua orang dari PT GTI.
“Pemeriksaan pejabat KSOP belum selesai, dijadwalkan akan diperiksa dalam Minggu ini. Pemilik kapal juga akan dilakukan pemeriksaan, dan permasalahan ini masih dalam tahap penyelidikan,” kata Harry Goldenhart kepada HMS, 3 Mei 2021. Hasil dari pemeriksaan akan disampaikan polisi setelah semua proses kasusnya rampung.
Tak ketinggalan Ombudsman Kepulauan Riau. Lembaga negara ini juga turun tangan menelisik potensi maladministrasi, berakar dari sepucuk surat pengawasan pemotongan kapal Bahama yang katanya terbit pada masa transisi kepemimpinan di tubuh Kantor Syahbandar Otoritas dan Pelabuhan (KSOP) khusus Kota Batam. (baca: Ombudsman Telisik Maladministrasi Kasus Kapal Bahama).
Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Paroha Patar Siadari, mengatakan, dari klarifikasi yang diterima diketahui kalau kegiatan penutuhan kapal di dermaga PT GTI belum memiliki persetujuan atau izin penutuhan kapal dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dithubla). PT GTI dinyatakan hanya merupakan Terminal Khusus (Tersus) yang aktif bergerak dalam industri pembuatan kapal dan bangunan lepas pantai sesuai keputusan Dithubla nomor: BX-76/008 tanggal 16 Februari 2015.
Hingga saat ini ternyata hanya terdapat dua badan usaha atau perorangan di Batam yang pernah diterbitkan dokumen otorisasi melaksanakan penutuhan dari Dithubla yaitu PT Bumi Natura Indonesia dan PT Sentek Indonesia. Dengan kata lain di luar dua perusahaan itu kegiatan penutuhan kapal di Batam selama ini tidak mendapat restu alias ilegal.
Drama pemotongan kapal ini boleh dibilang sungguh panjang dan berliku. Bersamaan dengan kasusnya mencuat ke publik, sejumlah pejabat eselon III dan IV di lingkungan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Kota Batam, Kepulauan Riau, pun juga telah dimutasi. Pemutasian ini diduga berkaitan dengan kasus pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama, tanpa izin dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (baca: Lima Pejabat KSOP Batam Dimutasi).
Penyimpangan prosedur penutuhan kapal ini terkuak dari adanya informasi terkait aktivitas pemotongan kapal secara ilegal di dermaga galangan Pax Ocean, PT Graha Trisaka Industri. Beriringan dengan itu, muncul satu dokumen dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perihal persetujuan keagenan kapal asing (PKKA). Isinya menyatakan, kalau kapal yang diageni oleh PT Pelayaran Sinar Mandiri Sejahtera (PSMS) itu ternyata hanya mendapat izin melakukan kegiatan docking atau pemeliharan di Batam selama 10 hari.
Setelahnya, babak baru perkara kapal berumur 40 tahun, yang dibuat pada 1981 itu pun dimulai. Instansi terkait mulai ambil bagian dan perannya masing-masing. Pada rapat dengar pendapat (RDP), Kamis, 18 Febuari 2021, Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Arlon Veristo, mengatakan, ketika pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi PT GTI, tidak ada dampak lingkungan di sekitaran perairan tersebut.
“Pemotongan itu boleh-boleh saja sepanjang itu berada di lokasi perusahaan yang mengerjakan dan tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini kami sedang meminta surat-surat izin mereka. Kalau izinnya lengkap maka tidak akan jadi masalah dan kalau permintaan warga untuk menghentikan aktivitas itu, maka tidak cocok. Karena itu akan merugikan perusahaan yang bersangkutan,” kata Arlon Veristo. (baca: Anggota Komisi III DPRD Batam: Pemotongan Kapal Acacia Nassau Tidak Mencemari Lingkungan).
Perkara ini juga mendapat perhatian dari Komisi I DPRD Kota Batam. Pada Senin, 1 Maret 2021, digelarlah rapat dengar pendapat oleh komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu. Instansi terkait yang diundang untuk hadir diantaranya KSOP Batam dan Bea Cukai Batam. Sementara dari pihak perusahaan yang hadir ialah Asisten Manager HSE PT Graha Trisakti Industri, Supri.
Supri, mengatakan, kapal itu tiba di Batam pada 24 Oktober 2020 dalam kondisi mesin yang masih beroperasi. Sebelum bersandar di perusahaannya, kata dia, kapal lebih dulu didatangi oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam untuk dilakukan pemeriksaan bebas Covid-19 bagi seluruh awak atau kru kapal. Ia menjelaskan, seluruh kru kapal berjumlah 18 orang dengan rincian satu warga negara Ukraina dan sisanya warga negara Filipina. Setelahnya para kru kapal dipulangkan ke negaranya masing-masing.
“Kapal itu memiliki berat 31.000,28 ton dan sudah memiliki surat izin masuk dari Bea dan Cukai. Awalnya kapal itu akan dikonversi tetapi terdapat kesalahan pada gambar sehingga dilakukanlah pemotongan badan kapal. Tetapi saat ini pengerjaan pemotongannya sedang ditahan, karena sedang mengurus izin-izinnya di Bea dan Cukai Batam dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam,” kata dia.
Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabeanan dan Cukai I Kantor Bea dan Cukai Batam, Sumarna, menjelaskan, setiap kapal asing yang masuk ke Batam harus men-submit dokumen di sistem aplikasi yang digunakan oleh perusahaan yang berhubungan dengan kapal itu. Untuk kapal Acacia Nassau, ia menjelaskan kalau kapal itu masuk dalam kondisi kosong atau tanpa barang niaga yang dimuat.
“Dalam kasus kapal ini, posisi kami menunggu selesai docking. Setelah itu baru mereka akan mengajukan outward manifest ketika keluar dari Batam dan akan dikenakan pajak jika dibawa ke luar kota ataupun luar negeri,” katanya sembari menjelaskan, jika satu kapal masuk ke Batam dalam kondisi baru maka harus memenuhi izin Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemendag) RI. Hal itu, katanya, tertuang di dalam Permendagri No. 118 tahun 2018 dan harus dipenuhi. (baca: KSOP Tidak Pernah Keluarkan Izin Pemotongan Kapal Acacia Nassau).
“Kapal Acacia Nassau ini bukan lagi berstatus alat angkut. Harusnya diubah fungsinya sebagai kapal barang, kalau mau dipotong harus mengubah manifes dulu. Jadinya bukan lagi kapal angkut tapi kapal barang, dan izin itu diajukan ke BP Batam. Sementara izin pemotongan ada di KSOP Batam,” kata Sumarna.
Kasi Tata Kelola Pelabuhan KSOP Batam, Kastono, mengatakan, pihaknya tidak memberikan izin untuk pemotongan kapal Acacia Nassau lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Dirjen Perkapalan dan Perlautan. “Prosedur yang harus dipenuhi dan diurus oleh perusahaan ini masih panjang dan banyak. Itu juga sedang diproses, tetapi pihak perusahaan sudah melakukan pemotongan,” kata Kastono.
Ia menjelaskan, selain izin untuk pemotongan yang harus didapatkan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan, tempat dan lokasi pemotongan kapal tersebut juga harus mendapat izin dari otoritas yang sama. KSOP Batam mengaku telah mengantongi surat jual beli, surat keterangan penghapusan bendera Bahama, surat atau sertifikat registrasi dari Bahama, last port clearance, dan agreement dari PT Graha Trisakti Industri atas kapal Acacia Nassau. Menurutnya, dari 12 surat yang diperlukan, PT Graha Trisakti Industri tinggal menunggu surat izin pemotongan dan izin otorisasi pemotongan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan.