Rencana Komisi I DPRD Kota Batam, Kepulauan Riau, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan manajemen PT Sinar Geliga Bestari (SGB), urung terlaksana. Padahal sudah delapan bulan berlalu sejak permasalahan apartemen Queen Victoria Imperium pertama kali mencuat. Tetapi nampaknya, kasus perizinannya bukannya menjadi terang, tetapi malah semakin “abu-abu” saja.
Tiga anggota komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan di Batam ketika diwawancara HMStimes.com terkait kasus yang sempat mereka gelarkan RDP ini pun, sekarang mulai saling silang keterangan. Ada yang bilang rapat lanjutan sudah takpenting lagi dan penyimpangan yang membelit Imperium sudah kelar, ada yang masih penasaran lalu berjanji mengagendakan rapat ulang, kemudian ada pula yang mengaku tidak tahu menahu perkara terkait bangunan 13 lantai itu.
Menurut Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardianto, alasan mengapa RDP kedua tidak penting lagi digelar, karena manajemen PT SGB sudah selesai memverifikasi data-data perizinan yang sebelumnya sempat dipertanyakan oleh pihaknya. Yaitu pada RDP pertama, 1 Juli 2020, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mengaku tidak dapat menemukan izin mendirikan bangunan (IMB) atas nama PT SGB, selaku pengelola Imperium.
“Gini saja, Mas, tanya langsung ke Imperium, tanyakan saja izin-izinnya mana. Intinya dia sudah konfimasi [kepada Komisi I], sudah menunjukkan dokumennya. Berarti dokumennya sudah lengkap, mereka sudah menunjukkan ke kita. Apa lagi yang mau dijadikan masalah,” kata Budi Mardianto, dihubungi melalui sambungan telepon, 14 Januari 2021.
Hanya saja, sewaktu ditanyakan kapan proses verifikasi itu dilakukan dan data-data perizinan apa saja yang telah ditunjukkan, apakah termasuk dokumen perizinan alih fungsi 23 kamar apartementnya yang berubah menjadi hotel, Budi Mardianto tidak menjawab secara rinci, dan balik meminta HMS untuk menanyakan langsung detailnya kepada manajemen PT SGB.
“Tanyakan saja ke sana [Imperium] langsung, ya. Kalau masalah RDP itu nanti itu, masih banyak pekerjaan yang mau kita kerjakan,” kata Budi.
Sebelum menghubungi Budi Mardianto, pada hari yang sama HMS sudah terlebih dahulu mewawancarai dua anggota Komisi I, yakni, Lik Khai dan Utusan Sarumaha. Lik Khai mengatakan, dia belum tahu permasalahan Imperium. Dia tidak berkomentar banyak, hanya saja kata dia, peralihan fungsi apartemen menjadi hotel pada dasarnya boleh-boleh saja dilakukan tentunya dengan mengikuti peraturan yang berlaku.
Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Wali Kota Batam Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengawasan dan Pembinaan Usaha Kepariwisataan. Dalam pasal Pasal 5 ayat (1) disebutkan, “Pelaku usaha pariwisata yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memiliki: Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) sesuai dengan bidang usahanya; dan sertifikat usaha”. TDUP diberikan oleh Dinas Perizinan melalui lembaga Online Single Submission (OSS) berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan terkait pendaftaran usaha pariwisata.
“Belum, belum tahu [masalah Imperium]. Ya boleh-boleh saja apartemen berubah menjadi hotel asal ada izinnya. Coba dikonfirmasi dulu dipastikan ke sana [IMB Imperium], ya,” kata Lik Khai.
Sementara Utusan Sarumaha mengatakan, mengenai penjadwalan ulang RDP akan dirinya bahas kembali bersama para staf dan komisioner agar segera diagendakan. Satu hal yang menjadi pertanyaan pihaknya dari awal terkait permasalahan Imperium ialah karena DPMPTSP waktu itu belum bisa menunjukkan izin mendirikan bangunan (IMB) Imperium kepada Komisi I secara sistematis. Sebab kata dia, sebelum tahun 2014, sistem perizinan masih menggunakan cara manual. DPMPTSP baru berdiri pada tahun 2014, sedangkan bangunan Imperium sudah ada sejak tahun 2002.
“Pada RDP pertama itu kita menanyakan itu, ternyata data IMB-nya itu tidak ditemukan di sistem PTSP, makannya kita tunda dan meminta PTSP menggali informasi kepada dinas-dinas terkait apakah itu ada IMB atau tidak. Kalau tidak ada IMB itu kan daerah dirugikan, berapa banyak pendapatan daerah hilang. Sudah lama pula beroperasi,” kata Utusan Sarumaha.
Kemudian setelah diberitahu kalau PT SGB sudah selesai memverifikasi data-data perizinannya, dia mengatakan, “Mungkin saya waktu itu tidak masuk kantor. Nanti saya cek pastinya. Biar tidak simpang siur, saya tanya kepada Mas Bud [Panggilan akrab Budi Mardianto], ya,” katanya.
Pada 18 Januari 2021, HMS mencoba mendatangi kantor PT Sinar Geliga Bestari. Namun, waktu itu tidak ada satupun petinggi perusahaan yang dapat dikonfirmasi. Taklama menunggu, salah seorang karyawan PT SGB mendatangi HMS, kemudian mengarahkan untuk mengkonfirmasi perihal kebenaran verifikasi data-data perizinan tersebut langsung kepada sekretaris perusahaan, Irene. Menurut dia, segala urusan yang membelit Imperium sekarang diambil alih oleh perempuan itu, dan tidak lagi ditangani oleh manajer Imperium, William.
“Setahu saya permasalahannya masih sama seperti yang diberitakan itu, ini mereka lagi urus [izin-izinnya] tapi belum selesai-selesai. Tidak adalah itu [verifikasi ke DPRD], orang dokumennya belum lengkap. Kalau sekarang yang lagi cepat-cepat dituntaskan sama kantor [PT SGB] yang soal alih fungsi itu lah. Tapi kalau mau lebih pastinya langsung tanya ke Irene saja, saya takberani komentar,” kata dia.
Bermodal dua nomor telepon yang didapat hari itu, HMS berhasil menghubungi Irene. Hanya saja, pertanyaan yang dilayangkan HMS mengenai apakah benar PT SGB sudah selesai memverifikasi atau melengkapi data-data perizinannya tidak dapat dijawab. Irene mengatakan, dirinya juga baru mengetahui perihal verifikasi ini dan meminta waktu untuk mengkonfirmasi kepada atasannya. Ketika ditanya siapa atasannya yang dapat dikonfirmasi soal pengurusan data-data perizinan ini.
“Begini saja, nanti saya hubungi kembali, ya. Saya kurang tahu juga, kurang paham. Saya tanya dulu ke manajemen ya,” kata Irene.
Sebagai informasi, sejumlah penyimpangan di Imperium terkuak (baca: “Hotel Coba-Coba” Imperium Tanpa Pengawas), yang bermula dari gaji petugas sekuriti yang tidak dibayar oleh Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), yang berafiliasi dengan PT Sinar Geliga Bestari (PT SGB) selama tiga bulan. PT Sastra Aryatama Security Service sebagai BUJP dan PT SGB sebagai pengelola Queen Victoria Imperium. Seiring dengan berjalannya waktu, imbas penyimpangan di Imperium semakin meluas. Tak hanya masalah gaji karyawan sekuriti, tetapi juga masalah kontrak kerja, BPJS, tunjangan hari raya, dan masalah kepemilikan izin.
Boleh dibilang masalah penyimpangan prosedur operasional standar (SOP) ini agaknya memang belum juga tertangani secara baik dan transparan. Soal apartemen Queen Victoria Imperium yang beralih fungsi menjadi hotel (baca: Mencoba Hotel Coba-Coba) serupa pukulan besar bagi Peraturan Wali Kota Batam Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengawasan dan Pembinaan Usaha Kepariwisataan. Hanya saja sanksi yang diberikan kepada Imperium masih setakat teguran dan hanya sekadar menugasi tim dari dinas yang bersangkutan. Padahal Imperium telah beroperasi selama belasan tahun tanpa SOP yang benar, dinas terkait belum memberikan penalti pascapenyimpangan di Imperium.
Pada bulan Juli 2020, Imperium baru mulai mencoba mendaftarkan pajak hotel ke Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Batam. Hal itu disampaikan oleh Ayu Rahma, Kasubdit Pendataan dan Pendaftaran BP2RD Kota Batam. Pada 24 Juni 2020, Ayu Rahma sempat mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan Imperium adalah pajak apartemen. Namun, pada konfirmasi setelahnya, Ayu Rahma mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan oleh PT SGB adalah pajak lahan.